Wayang Kulit-
(Selayang Pandang Tinjauan Nilai)
Wayang
termasuk karya seni dan budaya Indonesia yang adi luhung.Wayang adalah seni
pertunjukan teater boneka (berupa wayang kulit/wayang golek, dll) yang dipimpin
oleh Dalang (penutur cerita)
serta diiringi seperangkat Gamelan (seni
Karawitan) berikut penembangnya (Sinden/penyanyi karawitan). Di samping bernilai filosofi yang dalam,
wayang juga sebagai wahana atau alat pendidikan moral dan budi pekerti atau
yang dikenal dengan etika. Dunia perwayangan memberi peluang bagi orang Jawa
untuk melakukan suatu pengkajian filsafi dan mistis sekaligus. Di sisi lain,
cerita wayang merupakan suatu jenis cerita didaktik yang di dalamnya memuat
ajaran budi pekerti yang menyiratkan tentang perihal moral. Bahkan bidang moral
merupakan anasir utama dalam pesan-pesan yang disampaikan wayang. Sebagai jenis
kesenian yang mencakup beberapa cabang seni (seni teater, ukir, musik, dan
sastra), estetika wayang begitu indah dan mempesonakan. Nilai filosofi, etika,
dan estetika itulah yang jika ditemukan dalam ritual ruwatan, sebuah tradisi
kebudayaan Jawa yang ditandai dengan pergelaran wayang purwa cerita Bathara
Kala dalam lakon “Murwakala”
Wayang memberikan gambaran lakon
perikehidupan manusia dengan segala masalahnya yang menyimpan nilai-nilai
pandangan hidup dalam mengatasi segala tantangan dan kesulitannya. Dalam wayang
selain tersimpan nilai moral dan estetika, juga nilai-nilai pandangan hidup
masyarakat Jawa. Melalui wayang, orang memperoleh cakrawala baru pandangan dan
sikap hidup umat manusia dalam menentukan kebijakan mengatasi tantangan hidup.
Hal itulah yang dirasakan Dr Franz Magnis Suseno SJ, seorang sarjana filsafat
dan rohaniawan kelahiran Jerman yang kini bermukim di Jawa. Setelah menekuni
wayang, sampaikah dia pada kesimpulan bahwa dalam memasuki kebudayaan Jawa,
ternyata manusia memasuki kesadaran paling dalam seluruh umat manusia.
Kebijaksanaan Jawa yang paling dalam, ternyata milik seluruh umat manusia. 1)
Cerita wayang merupakan suatu jenis cerita didaktik yang memuat ajaran budi
pekerti. Bahkan bidang moral, merupakan anasir utama dalam pesan-pesan wayang.
Dua aspek (filosofi dan etika) dalam wayang ini disempurnakan dengan nilai
estetika wayang sehingga seni wayang yang mencakup cabang kesenian ini (seni
teater, musik, sastra, ukir, dan sebagainya), menjadi sebuah seni yang bernilai
tinggi. Bisa dipahami, jika di tahun 2004 lalu, seni dan budaya wayang kulit
dari Indonesia ini (the Wayang Puppet Theater of Indonesia) dinobatkan
sebagai karya adiluhung (masterpiece) oleh PBB. Menurut Unesco, 28 jenis
seni dan kebudayaan di dunia ini, wayang kulit menempati urutan pertama sebagai
karya adi luhung lisan warisan kemanusiaan yang tak dapat dinilai (Masterpiece
of the Oral and Intangible Heritage of Humanity).
- Nilai
Perkataan “nilai” dapat
didefinisikan sebagai perasaan tentang apa yang baik atau apa yang buruk, apa
yang diinginkan atau apa yang tidak diinginkan, apa yang harus atau apa yang
tidak boleh ada (Bertrabd 1967). Nilai berhubungan dengan pilihan, dan pilihan
itu merupakan prasyarat untuk mengambil suatu tindakan. Seorang berusaha
mencapai segala sesuatu yang menurut sudut pandangannya mempunyai nilai-nilai.
Robin Williams (1960) membicarakan “nilai sosial”, yaitu nilai yang dijunjung
tinggi orang banyak. Ada juga “nilai etika atau moral”, yakni
ketentuan-ketentuan atau cita-cita dari apa yang dinilai baik atau benar oleh
masyarakat. Satu lagi, “nilai budaya” yakni konsep mengenai apa yang hidup
dalam alam pikiran sebagai besar masyarakat, mengenai apa yang mereka anggap
bernilai, berharga, dan penting dalam hidup. (Koentjaraningrat 1980).
- Filosofi
Istilah filosofi berasal dari kata
Yunani “philosophia” yang berarti “cinta kearifan”. Kata lain dari
filosofi adalah filsafah, falsafah, falsafat), yang berarti pengetahuan dan
penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada. Sebab, asal,
dan hukumnya. Definisi lain, ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika,
dan epistemologi. Sementara Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan WJS
Poerwadarminta didefinisikan dengan : pengetahuan dan penyelidikan dengan akal
budi mengenai sebab, asas hukum, dan sebagainya tentang segala yang ada dalam
alam semesta, ataupun mengenai kebenaran arti “adanya” sesuatu.
Filsafat menurut anggapan orang Jawa
ialah, usaha manusia untuk memperoleh pengertian dan pengetahuan tentang hidup
menyeluruh dengan mempergunakan kemampuan rasio plus indera batin (cipta-rasa).
Maka bagi kita, berfilsafat berarti “cinta kesempurnaan” (ngudi kasampurnan,
ngudi kawicaksanan) dan bukan semata-mata “cinta kearifan”. 2) Jika
orang jawa menyebut bahwa wayang mengandung filsafat yang dalam, dunia
perwayangan memberi peluang bagi orang Jawa untuk melakukan suatu pengkajian
filsafi dan mistis sekaligus. Dunia perwayangan kaya sekali dengan lambang atau
pasemon, bahkan hampir seluruh eksistensi wayang itu sendiri adalah “pasemon”.
3. Estetika dan
Artistika
Estetika (estetis)
adalah cabang filsafat yang mempersoalkan seni (art) atau artistic/artistika dan keindahan (beauty). Istilah
estetika berasal dari kata Yunani “aesthesis”, yang berarti pencerapan
indrawi, pemahaman intelektual, atau bisa juga berarti pengamatan spiritual.
Istilah art (seni) berarti seni, keterampilan, ilmu, atau kecakapan.
Keindahan atau estetika merupakan bagian dari sebuah filsafat, sebuah ilmu yang
berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi. Batasan keindahan
sulit dirumuskan. Karena keindahan itu abstrak, identik dengan kebenaran. Maka
batas keindahan pada sesuatu yang indah, dan bukannya pada “keindahan sendiri”.
Nilai estetika atau nilai keindahan pada wayang banyak dan hampir menyeluruh
dari setiap elemen pertunjukan wayang (wayang kulit). Demikian juga nilai
artistikanya juga mencakup semua elemen kesenian wayang kulit.
Mengingat kesenian
wayang kulit merupakan seni pertunjukan yang mencakup keseluruhan aspek/cabang
seni yaitu:
1. Seni Rupa,
meliputi wujud bentuk wayang kulit (tokoh-tokoh cerita wayang dan karakternya),
perangkat alat musik gamelan (kendang, gong, rebab, kenong, kempul, gambang,
bonang, gender, saron, kethuk, demung), tata busana (adat Jawa) yang dikenakan
oleh Dalang, Pesinden/penyanyi karawitan, Pengrawit/penabuh gamelan.
2. Seni
Teater, meliputi cerita dengan alur lakon serta gaya penceritaannnya oleh Ki
Dalang. Termasuk juga selingan banyolan/lawakan/dagelan di sesi selingan cerita
yang biasanya menampilkan komedian/pelawak yang kadang dikolaborasi dengan sesi
munculnya tokoh-tokoh Punokawan/Wayang (Semar, Gareng, Petruk, Bagong).
3. Seni
Musik, mencakup gamelan yang ditabuh dalam bentuk karawitan yang mendendangkan
lagu-lagu/gending atau musik sesuai pakem pertunjukan lakon wayang dengan
menampilkan suara pesinden/penyanyi. Juga gamelan yang ditabuh/dibunyiak untuk
mengiringi berbagai adegan wayang kulit sehingga berfungsi sebagai musik ilustratif
cerita wayang. Demikian juga jika dalam pertunjukan wayang kulit diwalai atau
diselingi dengan tari-tarian seperti Tari Remo/Ngremo, serta tari tradisi Jawa
yang lain sesuai pakem wayang.
4. Seni Tari,
mencakup tari-tarian baik tari tunggal seperti Tari Remo untuk membuka/mengawali
show sebelum pertunjukan inti wayang kulit dimulai. Dalam hal seni tari ini,
tari-tarian para penari yang diiringi oleh pengrawit (Nayogo) atau penabuh
gamelan dengan perangkat alat musik/gamelannya, juga untuk tari-tarian sebagai
selingan cerita, sesi lawakan/dagelan, munculnya tokoh Punokawan dalam wayang
kulit.
Pesinden/Sinden-penyanyi pertunjukan wayang kulit
Pertunjukan Wayang Wong (Wayang Orang)-Jawa Tengah & Jawa Timur 'kulonan/daerah barat'
Pertunjukan Wayang Wong (Wayang Orang)-Jawa Tengah
Wayang Golek dari Jawa Barat
Wayang Golek dari Jawa Barat
Pesinden Wayang Kulit yang justru Orang barat/asing belajar budaya kita