ANALISIS PENGGUNAAN SETTING CERPEN AKTOR
DALAM KUMPULAN CERPEN GRES
KARYA PUTU WIJAYA
Oleh
:
Sugeng Rianto
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Salah satu unsur yang menarik dalam karya sastra fiksi, termasuk cerita
pendek atau cerpen adalah unsur intrinsik berupa latar cerita (setting) sebagai
unsur pembangun terbentuknya karya fiksi. Setting adalah latar peristiwa dalam
karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi
fisikal dan fungsi psikologis (Aminuddin, 2004:67).
Kedudukan latar cerita dalam karya sastra fiksi akan membantu logika
struktur penceritaan. Dengan lukisan latar (setting), cerita akan tampak riil,
hidup, dan secara imajinatif pembaca bisa membayangkan secara lebih konkret.
Pelbagai lukisan latar akan mampu membawa pembaca ke dalam suasana batin yang
memungkinkan bisa diajak terlibat dalam suasana cerita. Bisa jadi suatu latar
cerita menampilkan latar alam (geographic
setting), latar waktu (temporal
setting), latar sosial (social setting),
maupun latar ruang (spatial setting)
(Tengsoe Tjahjono, 1988:144).
Bertolak
dari tujuan yang akan diapresiasi,
kegiatan mengapresiasi karya sastra bisa dilakukan melalui sejumlah
pendekatan meliputi (1) pendekatan parafrastis, (2) pendekatan emotif, (3)
pendekatan analisis, (4) pendekatan
historis, (5) pendekatan sosiopsikologis, dan (6) pendekatan didaktis
(Aminuddin, 2004: 46).
Mengapresiasi
hasil karya sastra diperlukan suatu kepekaan, pemahaman, dan penafsiran yang
luas. Karena bahasa sastra sebagai karya prosa fiksi selalu mengundang berbagai
interpretasi. Permasalahannya, guru pengajar bahasa dan sastra Indonesia
sebagai praktisi dalam dunia pendidikan, dewasa ini belum seluruhnya memiliki
kemampuan yang memadai untuk mengantarkan peserta didik sesuai tuntutan
kebutuhan kompetensi siswa. Hal ini bila dikaitkan dengan kompetensi guru
sesuai kapasitasnya dalam pembelajaran apresiasi sastra. Melalui berbagai
aktivitas sastra termasuk kajian pustaka, kiranya akan mampu memperluas wawasan
apresiatif bagi guru pengajar bahasa dan sastra Indonesia.
Bertolak
dari pemikiran inilah yang mendorong peneliti melakukan riset yang sengaja
dikhususkan menganalisis salah satu unsur intrinsik berupa latar cerita (setting)
dalam cerpen Aktor, yang
terangkum dalam kumpulan cerpen Gres
karya Putu Wijaya. Pemilihan judul ini didasarkan atas pertimbangan bahwa
analisis unsur intrinsik tentang latar cerita (setting) merupakan salah satu kegiatan mengapresiasi karya sastra
dan diharapkan penelitian ini dapat memberi gambaran secara lebih rinci tentang
teknik menganalisis unsur intrinsik berupa latar cerita yang terdapat pada
suatu cerpen. Hasil yang diharapkan setelah penelitian ini adalah adanya
peningkatan kegairahan dalam kegiatan mengapresiasi suatu karya sastra khususnya
mengenai analisis unsur intrinsik latar cerita (setting) dalam suatu karya
fiksi.
1.2
Masalah
1.2.1
Ruang Lingkup Masalah
Karya
sastra yang sarat muatan nilai-nilai yang amat bermanfaat bagi peningkatan
harkat dan martabat kehidupan, untuk mendalami kandungan baik secara intrinsik
dan secara ekstrinsik diperlukan suatu kajian apresiasi dengan cara
menganalisisnya. Unsur intrinsik terdiri atas tema, alur, latar, tokoh, gaya bahasa/majas; dan unsur ekstrinsik adalah
faktor-faktor yang mempengaruhi proses terlahirnya suatu karya sastra.
1.2.2 Pembatasan Masalah
Penelitian ini
membatasi pada salah satu unsur intrinsik yakni
menganalisis penggunaan latar cerita (setting) dalam cerpen Aktor yang terdapat pada kumpulan cerpen
Gres karya Putu Wijaya. Setting yang
dianalisis mencakup kemungkinan-kemungkinan pengarang menampilkan latar alam (geographic setting), latar waktu (temporal setting), latar sosial (social setting), maupun latar ruang (spatial setting).
1.2.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan di atas, masalah penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah penggunaan latar alam
yang terdapat dalam cerpen Aktor
karya Putu Wijaya?
2.
Bagaimanakah penggunaan latar
waktu yang terdapat dalam cerpen Aktor
karya Putu Wijaya?
3.
Bagaimanakah penggunaan latar
sosial yang terdapat dalam cerpen Aktor
karya Putu Wijaya?
4.
Bagaimanakah penggunaan latar
ruang yang terdapat dalam cerpen Aktor
karya Putu Wijaya?
1.3
Tujuan
Penelitian
1.3.1
Tujuan
Umum
Tujuan umum penelitian ini
adalah untuk memperoleh deskriptif yang obyektif tentang penggunaan latar (setting) dalam cerpen Aktor yang terdapat dalam kumpulan
cerpen Gres karya Putu Wijaya.
1.3.2
Tujuan
Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran
yang obyektif tentang :
1.
Penggunaan latar alam yang
terdapat dalam cerpen Aktor karya
Putu Wijaya.
2. Penggunaan latar waktu yang terdapat dalam cerpen Aktor karya Putu Wijaya.
3. Penggunaan latar sosial yang terdapat dalam cerpen Aktor karya Putu Wijaya.
4. Penggunaan latar ruang yang terdapat dalam cerpen Aktor karya Putu Wijaya.
1.4
Asumsi
Dalam penelitian ini dipakai dua asumsi sebagai berikut :
1)
Setting merupakan salah satu
penanda formal dalam cerpen yang dapat ditelaah secara ilmiah;
2) Kajian telaah yang terdapat dalam cerpen Aktor pada kumpulan cerpen Gres
karya Putu Wijaya dapat dilakukan dengan pendekatan analisis struktural/formal.
1.5
Manfaat
Penelitian
1. Bagi
Peneliti
a)
Sebagai bekal pengalaman di bidang penelitian
yang berhubungan dengan penggunaan majas/gaya bahasa dalam suatu karya sastra
berupa cerpen.
b) Sebagai
dasar penelitian yang serupa di masa mendatang.
c)
Mengetahui penggunaan latar cerita (setting) dalam cerpen Aktor yang terdapat dalam kumpulan
cerpen Gres karya Putu Wijaya.
2. Bagi
Penelitian Selanjutnya
a) Sebagai
dasar penelitian lebih lanjut.
b)
Sebagai bahan yang perlu dikaji kebenarannya
tentang teori yang disusun oleh peneliti agar sesuai dengan hasil penelitian
yang diharapkan.
3. Bagi
Institut
Dengan
adanya penelitian ini berarti pihak lembaga dapat menambah koleksi kepustakaan
ilmiah yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
4. Bagi
Pengajaran Bahasa Indonesia
Dengan
hasil penelitian ini agar dapat meningkatkan kemampuan apresiasi siswa dalam
menganalisis suatu cerpen atau hasil karya sastra yang lain.
1.6
Penegasan Istilah
Penegasan istilah
dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman terhadap penggunaan istilah yang
dipakai dalam penelitian yang berjudul Analisis Penggunaan Setting Dalam (Latar
Cerita) Cerpen Aktor Dalam Kumpulan Cerpen Gres karya Putu Wijaya.
1.
Analisis adalah istilah yang berasal dari bahasa
Inggris analysis yang berarti
menguraikan sesuatu, termasuk menguraikan unsur-unsur dalam struktur karya
sastra.
2.
Interpretasi adalah penafsiran, karena suatu hasil
karya sastra selalu mengundang berbagai penafsiran dalam memahaminya.
Penafsiran ini dipengaruhi oleh kemampuan pengamatan pembaca dalam mencerna
sastra.
3.
Cerpen (cerita pendek) adalah
karangan pendek yang berbentuk prosa yang mengisahkan sepenggal kehidupan
tokoh, yang penuh pertikaian, peristiwa yang mengharukan atau menyenangkan,
serta mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan pembaca.
4.
Unsur Intrinsik adalah unsur yang terdapat di
dalam karya sastra itu sendiri sebagai unsur pembangun sastra fiksi.
5.
Setting (latar cerita) adalah latar peristiwa dalam
karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi
fisikal dan fungsi psikologis.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Pustaka
Pada
prinsipnya, penelitian tentang Analisis Interpretasi Unsur Setting dalam Cerpen Aktor karya Putu Wijaya ini, memanfaatkan kajian interdisipliner,
artinya penelitian ini dalam upaya menginterpretasi karya sastra memerlukan
ilmu terapan dengan mengkaji kepustakaan yang relevan. Beberapa kajian sebagai
tinjuan pustaka yang relevan, meliputi (1) tinjauan pengertian prosa fiksi, (2)
tinjauan pengertian cerpen, (3) tinjauan unsur setting sebagai salah satu unsur
intrinsik pembangun karya fiksi, dan (4) tinjauan terhadap apresiasi sastra.
2.2
Pengertian dan Macam Prosa Fiksi
2.2.1
Pengertian Prosa Fiksi
Tinjauan
secara etimologis, Tarigan (1985:120) menjelaskan bahwa kata fiksi atau fiction diturunkan dari bahasa Latin fictio; fictum yang berarti “membentuk, membuat, mengadakan,
menciptakan. Jika dianalogikan ke dalam bahasa Indonesia bahwa kata benda fiksi berarti sesuatu yang dibentuk;
sesuatu yang dibuat; sesuatu yang diciptakan; sesuatu yang diimajinasikan.
Prosa
fiksi adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu
dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang
bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita.
Karya fiksi mengandung unsur-unsur meliputi (1) pengarang atau narator, (2) isi
penciptaan, (3) media penyampai isi berupa bahasa, dan (4) elemen-elemen
fiksional sehingga menjadi suatu wacana. Pengarang dalam memaparkan isi karya
fiksi bisa lewat (1) penjelasan atau komentar, (2) dialog maupun monolog, dan
(3) lakuan atau action (Aminuddin, 2004:66). Disebutkan juga bahwa
bentuk-bentuk karya fiksi meliputi roman, novel, novelet, maupun cerpen.
Semua
karya sastra termasuk cerpen, mempunyai dua unsur yang membangun, yaitu unsur
intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik meliputi tema, alur, tokoh dan
penokohan, setting/latar, gaya, sudut pandang, suasana, dan amanat. Adapun
unsur yang membangun di luar karya sastra yaitu unsur ekstrinsik meliputi :
biografi pengarang, pembaca, latar proses kreatif penciptaan maupun latar
sosial-budaya yang menunjang kehadiran teks sastra (Aminuddin, 2004:34).
2.2.2
Macam Prosa Fiksi
Aminuddin
(2004:66) menyebutkan bahwa karya prosa fiksi dapat berbentuk roman, novel,
novelet, dan cerpen.
2.3
Pengertian Cerpen
Cerpen
atau cerita pendek, menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang
memberikan kesan tunggal yang dominan, dan memusatkan diri pada satu tokoh di
satu situasi (pada suatu ketika) (Depdikbud, 1995: 186).
Cerpen
(cerita pendek) sebagaimana didefinisikan oleh Abdul Rani (2004:85), adalah
karangan pendek yang berbentuk prosa yang mengisahkan sepenggal kehidupan
tokoh, yang penuh pertikaian, peristiwa yang mengharukan atau menyenangkan,
serta mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan pembaca.
2.3.1
Ciri-ciri Cerpen
Ciri-ciri cerpen
didentifikasikan sebagai berikut :
(1) Cerita
pendek adalah cerita singkat, padat, dan intensif;
(2)
Unsur-unsur utama cerpen adalah unsur tema,
gaya, alur cerita, penokohan/perwatakan, dan latar/setting;
(3) Bahasa
cerpen tajam, sugestif, dan menarik perhatian;
(4)
Cerpen mengandung interpretasi pengarang
tentang konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak
langsung;
(5) Sebuah
cerpen dapat menimbulkan satu efek dalam pikiran pembaca;
(6)
Cerpen harus dapat menimbulkaan perasaan pada
diri pembaca bahwa jalan ceritalah yang pertama-tama menarik menarik perasaan
dan kemudian baru menarik pikiran;
(7)
Cerpen mengandung detil-detil dan
insiden-insiden yang dipilih dengan sengaja, serta bisa menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran pembaca;
(8) Dalam
cerpen sebuah insiden/peristiwa yang terutama menguasai jalan cerita;
(9) Cerpen
bergantung pada satu situasi;
(10)
Cerpen memberi inspirasi tunggal;
(11)
Cerpen memberikan suatu kebulatan efek;
(12)
Cerpen menyajikan satu emosi;
(13)
Jumlah kata-kata yang terdapat dalam cerpen
biasanya di bawah 10.000 kata atau kira-kira 33 halaman kwarto spasi ganda,
Aminuddin (dalam Susmiati, 2003:11-12).
2.3.2
Struktur Cerpen
Sebagai salah satu genre sastra,
novel atau cerpen serta karya fiksi lainnya seperti novelet dan roman mengandung unsur-unsur
meliputi (1) pengarang atau narator, (2) isi penciptaan, (3) media penyampai
isi yang berupa bahasa, dan (4) elemen-elemen fiksional atau unsur-unsur
intrinsik yang membangun karya fiksi sehingga menjadi suatu wacana (Aminuddin,
2004:66). Unsur-unsur prosa fiksi meliputi tokoh dan penokohan, latar/setting, alur atau plot, sudut penceritaan/sudut pandang, gaya, tema, dan amanat (Abdul Rani, 2004:86;
Salamah, 2001:37).
Unsur-unsur
tersebut, lebih jauh ditegaskan oleh Abdul Rani (2004:86-69) berikut.
(1) Tema
Tema merupakan inti atau
pokok yang menjadi dasar pengembangan cerita, yang merupakan unsur intrinsik
terpenting dalam novel/cerpen. Untuk mengetahui tema novel/cerpen, pembaca
harus mencermati seluruh rangkaian cerita. Tema dalam sastra bisa diangkat dari
berbagai masalah kehidupan sesuai zamannya. Baik menyangkut kemanusiaan,
kekuasaan, kasih sayang, kecembutruan, dan sebagainya.
(2) Alur
Alur (plot) sebagai unsur
intrinsik karya sastra merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh
hubungan sebab akibat. Pla pengembangan cerita tidak selalu sama dalam setiap
karya fiksi. Pada umumnya suatu alur (plot) cerita terbagi dalam bagian-bagian
berikut.
(a)
Pengenalan situasi cerita (exposition)
(b)
Pengungkapan peristiwa (complication)
(c)
Menuju pada adanya konflik (rising action)
(d)
Puncak konflik (turning point)
(e)
Penyelesaian (ending)
(14)
Latar (setting)
Fungsi latar adalah untuk meyakinkan pembaca
terhadap jalannya suatu cerita. Sehingga setiap peristiwa maupun para pelaku
yang ditampilkan dalam cerita seakan-akan ada dan benar-benar terjadi. Latar meliputi
tempat, waktu, suasana, dan budaya yang melingkupi cerita. Latar bisa
faktual maupun imajiner.
(15)
Penokohan
Penokohan adalah suatu cara
pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter/perwatakan para pelaku dalam
cerita. Untuk menggambarkan karakter tokoh, pengarang bisa menempuh: (a) teknik
analitik, yakni dengan menceritakan perwatakan tokoh secara langsung; dan (b)
teknik dramatik dengan mengemukakan karakter tokoh melalui penggambaran fisik
dan perilakunya, lingkungan kehidupannya, tata kebahasaannya, jalan pikirannya,
serta perannya dengan tokoh lain.
(16)
Sudut Pandang (Point of view)
Adalah posisi pengarang
dalam menampilkan cerita, yang terdiri dari:
(a)
pengarang berperan langsung sebagai orang
pertama /”aku”tokoh yang terlibat dalam
cerita,
(b)
pengarang berperan sebagai pengamat atau
bertindak sebagai orang ketiga.
(17)
Amanat
Amanat merupakan suatu pesan
pengarang yang dituangkan melalui karyanya, bisa menyangkut pesan moral,
didaktis, dan sebagainya. Untuk mengetahui
amanat, pembaca harus secara cermat mengikuti seluruh cerita sampai tuntas.
(18)
Gaya Bahasa
Gaya bahasa dalam karya
sastra merupakan daya tarik dan sebagai cara pengarang mengajuk pikiran dan
emosi pembaca.
1.4 Pengertian Setting
Aminuddin
(2004:67) memberi batasan pengertian bahwa setting adalah latar peristiwa dalam
karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi
fisikal dan fungsi psikologis. Lebih jauh juga dikemukakan oleh Leo Hamalian
dan Frederick R. Karel (Aminuddin, 2004:68) bahwa setting dapat berupa suasana
yang berhubungan dengan sikap, jalan pikiran, prasangka, maupun gaya hidup
suatu masyarakat dalam menanggapi suatu problema tertentu, sehingga setting semacam ini dapat dikategorikan
sebagai setting yang bersifat psikologis.
Perbedaan antara setting yang bersifat fisikal dengan
setting yang bersifat psikologis (Aminuddin, 2004:68-69) sebagaimana
digambarkan dalam tabel berikut.
Tabel 1 : Perbedaan
Setting Fisikal dengan Setting Psikologis
NO
|
PERBEDAAN SETTING
|
|
BERSIFAT FISIKAL
|
BERSIFAT
PSIKOLOGIS
|
|
1.
2.
3.
4.
|
Berhubungan tempat serta benda-benda dalam lingkungan
tertentu yang tidak menuansakan makna apa-apa.
Terbatas pada sesuatu yang bersifat fisik.
Pembaca cukup melihat dari apa yang tersurat.
Terdapat saling mempengaruhi dan tumpangtindih antara setting fisikal dengan setting psikologis.
|
Berupa lingkungan atau benda-benda dalam lingkungan
tertentu yang menuansakan suatu makna serta mampu mengajuk emosi pembaca.
Dapat berupa suasana maupun sikap serta jalan pikiran
suatu lingkungan masyarakat tertentu.
Pemahaman terhadap setting psikologis membutuhkan
penghayatan dan penafsiran.
Terdapat saling mempengaruhi dan tumpangtindih antara setting fisikal dengan setting psikologis.
|
Tengsoe Tjahjono (1988:144)
membedakan latar atau setting dalam prosa fiksi menjadi empat macam, yaitu: (1)
latar alam (geographic setting) yang didalamnya dilukiskan perihal tempat atau
lokasi peristiwa itu terjadi dalam ruang alam ini yang berhubungan lokasi di
desa, kota, pesisir, laut, hutan, gunung, dan sebaginya; (2) latar waktu
(temporal setting) yaitu latar yang melukiskan kapan peristiwa itu terjadi yang
berkaitan tahun, musim, hari, jam, saat, bulan, dan sebagainya; (3) latar
sosial (social setting) yang melukiskan lingkungan sosial dari peristiwa itu
terjalin, seperti lingkungan kaum buruh pabrik, lingkungan kaum berada, lingkungan
masyarakat nelayan, petani, dan sebagainya; (4) latar ruang (spatial setting)
yaitu latar yang melukiskan dalam ruang yang bagaimana peristiwa itu
berlangsung, dalam pesta, dalam aula, dalam toko, dalam ruang pesta, dan
sebagainya.
Dalam rangka membangun totalitas
makna dan kesatuan (unity)isi
paparan, setting selalu memiliki hubungan dengan penokohan, perwatakan,
atmosfer atau suasana cerita, alur atau
plot, serta perwujudan tema cerita. Suasana penuturan dalam cerita bisa berupa tone yaitu suasana penuturan yang
berhubungan dengan sikap pengarang dalam menampilkan gagasan cerita, dan mood yakni yang berhubungan dengan
suasana batin individual pengarang dalam mewujudkan suasana cerita, dan atmosfer yaitu suasana cerita yang
ditimbulkan oleh setting maupun impikasi maknanya dalam membangun suasana
cerita (Aminuddin, 2004:69-70).
1.5 Apresiasi Karya Sastra
Istilah apresiasi berasal dari
bahasa Latin apreciatio yang berarti
“mengindahkan” atau “menghargai”. S. Effendi dalam (Aminuddin, 2004:35) mengungkapkan
bahwa apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli karya sastra secara
sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran
kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra.
Untuk
mengapresiasi karya sastra diawali dari sikap ketertarikan terhadap sastra
sebagai suatu karya ciptaan pengarang yang di dalamnya terkandung beragam
nilai-nilai kehidupan. Sehingga tidak berkelebihan jika Boulton (dalam
Aminuddin, 2004:37) beranggapan bahwa cipta sastra, selain menyajikan
nilai-nilai keindahan serta paparan peristiwa yang mampu memberi kepuasan batin
pembacanya, juga mengandung pandangan yang berhubungan dengan renungan atau
kontemplasi batin, baik yang berhubungan dengan masalah keagamaan, filsafat,
politik maupun berbagai macam problema kehidupan ini.
Bertolak
dari pendapat Boulton, Aminuddin (2004:38) lebih menegaskan bahwa cipta sastra
sebenarnya mengandung berbagai macam unsur yang sangat kompleks, yaitu (1)
unsur keindahan; (2) unsur kontemplatif hasil perenungan terhadap nilai-nilai
keagamaan, filsafat, politik, dan berbagai macam kompleksitas kehidupan; (3)
media pemaparan, baik berupa media kebahasaan maupun struktur wacana; serta (4)
unsur-unsur intrinsik yang berhubungan dengan karakteristik cipta sastra sebagai
suatu teks.
Kegiatan
seorang apresiator dalam bedah sastra
adalah seperti dikemukakan Brooks (dalam Aminuddin, 2004:39) yang membedakan
dua level, yakni level objektif yang berhubungan dengan respon intelektual, dan
level subjektif yang berhubungan dengan respon emosional. Sementara Aminuddin
(2004:38) mengungkapkan bahwa bekal awal yang harus dimiliki seorang calon
apresiator adalah (1) kepekaan emosi sehingga mampu memahami unsur-unsur
keindahan di dalam cipta sastra, (2) wawasan pengetahuan, penghayatan, dan
pengalaman atas kehidupan dan kemanusiaan, (3) pemahaman aspek kebahasaan, dan
(4) kepekaan terhadap unsur-unsur intrinsik cipta sastra yang berhubungan
dengan telaah teori sastra.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Metodologi Penelitian
Dalam suatu penelitian ilmiah,
metodologi menempati peranan yang sangat penting sesuai dengan obyek
penelitian.
Yang dimaksudkan
dengan metodologi di sini adalah kerangka teoritis yang dipergunakan oleh
penulis untuk menganalisa, mengerjakan, atau mengatasi masalah yang dihadapi
itu. Kerangka teoritis atau kerangka ilmiah merupakan metode-metode ilmiah yang
akan diterapkan dalam pelaksanaan tugas itu
(Keraf, 2001:310).
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian (research
methods) adalah cara-cara yang digunakan oleh peneliti dalam merancang,
melaksanakan, mengolah data dan menarik kesimpulan berkenaan dengan masalah
penelitian tertentu (Sukmadinata, 2006:317). Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode analisis deskriptif kualitatif. Metode ini dipilih untuk memberi gambaran
secara obyektif dan secermat mungkin mengenai penerapan latar cerita (setting)
sehingga suatu karya fiksi memiliki kesan konkret, seakan riil dan benar-benar
terjadi dalam kehidupan nyata.
Metode ini bertolak dari anggapan dasar bahwa
setiap hasil karya sastra diciptakan oleh pengarangnya dengan menggunakan
setting (latar cerita), tentu mempunyai maksud untuk melukiskan sesuatu dari
kehidupan ini.
Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui metode analisis interpretasi
unsur intrinsik berupa latar cerita
(setting). Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang
ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena-fenomena, peristiwa,
aktivitas sosial secara alamiah (Sukmadinata, 2006:319). Sehingga penelitian
ini berupaya memaparkan suatu peristiwa secara rinci, sistematis, cermat, dan
faktual mengenai unsur pembangun cerpen di antaranya yang berupa latar cerita
(setting) dalam cerpen yang berjudul Aktor yang terdapat pada Kumpulan Cerpen
Gres karya Putu Wijaya.
3.2
Objek Penelitian
Sesuai
tujuan penelitian, yang menjadi objek penelitian ini adalah cerpen yang
berjudul Aktor yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Gres karya Putu Wijaya.
Cerpen yang ditulis tahun 1981 namun masih relevan dikaji untuk kepentingan
perkembangan sesuai kehidupan sekarang ini.
3.3
Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data dalam
penelitian ini, sebagaimana lazimnya suatu penelitian kualitatif, adalah
peneliti sendiri. Selanjutnya, untuk memudahkan teknik pengumpulan data, maka
digunakan instrumen operasional yang berupa format tabel berikut ini.
Tabel
I : Panduan Analisis Data
Penggunaan
latar (setting) dalam cerpen Aktor
karya Putu Wijaya
No
|
Kode Data
|
Uraian Teks Data
|
Interpretasi
|
1.
|
2
|
3
|
4
|
AIUS1CA, 1981:2
|
Keterangan Kode data :
1. Kluster
huruf kapital menandakan pokok permasalahan yang diteliti. Pokok permasalahan
penelitian yaitu AIUS adalah Analisis Interpretasi Unsur Setting.
2. Angka
di belakang kluster huruf kapital menunjukkan nomor urut data.
3. CA,
1981 menunjukkan Cerpen Aktor yang
diterbitkan tahun 1981.
4. Angka
setelah tahun 1981 menunjukkan nomor halaman cerpen.
3.4
Teknik Penelitian
3.4.1 Teknik Pengumpulan Data
Beberapa
langkah yang ditempuh untuk mengumpulkan data penelitian adalah (1) membaca
literatur kepustakaan yang relevan dengan judul penelitian; (2) penyusunan
kerangka penelitian sebagai panduan kerja, karena teknik yang digunakan berupa
teknik analisis tekstual; (3) mendeskripsikan unsur intrinsik berupa latar
cerita (setting) yang menyangkut lakuan, dialog, monolog, dan komentar tokoh
lain dari setiap tokoh yang bisa ditafsirkan sebagai unsur latar cerita dalam
cerpen Aktor karya Putu Wijaya.
3.4.2
Teknik Pengolahan Data
Teknik
pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini melalui beberapa tahapan,
yaitu (1) deskripsi analisis data; (2) interpretasi data; dan (3) deskripsi
kualitatif latar cerita (setting) dalam cerpen , sebagai
kesimpulan data.
3.4.3 Teknik Analisis Data
Teknik
analisis data ditempuh melalui penggunaan instrumen data penelitian yang berupa
tabel-tabel yang digunakan untuk menjaring data yang diperlukan. Data yang
terkumpul dianalisis melalui langkah-langkah pengidentifikasian dan
pengklasifikasian sampai penyimpulan. Dengan kata lain, data dianalisis melalui
kegiatan mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan memverifikasi/penarikan
kesimpulan data penelitian.
3.5
Prosedur Penelitian
3.5.1
Tahap Persiapan
Berkaitan dengan tujuan
penelitian, dilakukan dengan langkah kerja meliputi: (a)
Penyusunan rancangan penelitian yang dimulai dari merumuskan tujuan
penelitian, merumuskan gambaran
operasional kerja secara sistematis, membuat desain dengan membuat pedoman
kerja hingga menemukan kemantapan desain penelitian, (b) studi pustaka yang
dilakukan untuk memperoleh landasan kepustakaan sebagai bahan rujukan teoritis
yeng relevan dengan penelitian.
3.5.2
Tahap Pelaksanaan
Dilakukan dengan beberapa tahapan, meliputi: (a)
pengumpulan data, yaitu mengumpulkan seluruh data dalam cerpen Aktor yang terdapat dalam Kumpulan
Cerpen Gres karya Putu Wijaya, (b) analisis data, dengan menganalisis unsur
setting berdasarkan tahapan kerja : (1) mengklasifikasi data, dan (2) mendeskripsikan
secara kualitatif temuan dalam cerpen Aktor
karya Putu Wijaya.
3.5.3
Tahap Penyelesaian
Tahap penyelesaian ini merupakan tahap akhir setelah penelitian selesai
dilaksanakan. Tahap penyelesaian ini meliputi beberapa kegiatan yaitu : (a)
penyusunan dan penulisan laporan, (b) mengkonsultasikan laporan kepada dosen
pembimbing, (c) pengetikan laporan setelah dilakukan revisi, (d) penggandaan
laporan kemudian diajukan kepada tim dosen penguji.
BAB IV
HASIL ANALISIS
…Demikian dan seterusnya…
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
temuan data penelitian dalam menganalisis penggunaan latar/setting dalam cerpen
Aktor karya Putu Wijaya, seorang
sastrawan dan dramawan kenamaan berasal dari Bali, dapat disimpulkan berikut
ini.
5.2 Saran
Sehubungan
dengan hasil penelitian ini, sejumlah saran penulis kemukakan sebagai berikut :
1.
Kepada Sekolah, agar senantiasa menambah
khasanah bahan bacaan sastra melalui perpustakaan sekolah untuk merangsang
peningkatan kegemaran membaca karya sastra, baik bagi siswa maupun guru yang
bermuara akhir dengan terciptanya iklim apresiatif yang produktif.
2.
Kepada Guru, agar pembinaan keterampilan
mengapresiasi karya sastra khususnya cerpen, semakin ditingkatkan dan menjadi
skala prioritas.
3.
Kepada Siswa, hendaknya semakin menggemari
bacaan karya sastra khususnya cerpen, karena wawasan dan kematangan hidup bisa
ditempuh melalui kegemaran membaca dan mengapresiasi karya bernilai sastra.
4.
Kepada Peneliti Selanjutnya, agar hasil
penelitian ini bisa menjadi acuan penelitian lebih lanjut serta dengan
mengembangkan kemungkinan-kemungkinan terhadap unsur-unsur intrinsik yang
lainnya.
DAFTAR RUJUKAN
Aminuddin, 2004. Pengantar Apresiasi Karya Sastra.
Bandung: Sinar Baru Algensindo
Depdikbud, 1995. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Depdiknas, 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi. Bahasa dan
sastra Indonesia. Pengembangan Kemampuan Menulis Sastra. Buku 3. Jakarta:
Direktorat PLP Dirjen Dikdasmen Depdiknas
Depdiknas, 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi. Bahasa dan
sastra Indonesia. Pengembangan Kemampuan Membaca Sastra. Buku 3. Jakarta:
Direktorat PLP Dirjen Dikdasmen Depdiknas.
Keraf, Gorys. 2001. Komposisi: Sebuah Pengantar
Kemahiran Bahasa. Flores: Nusa Indah.
Salamah, Umi. 2001. Diktat Sejarah dan Teori Sastra. Sebagai Panduan Perkuliahan
Matakuliah Sejarah & Teori Sastra di Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia FPBS IKIP Budi Utomo Malang. Malang: IKIP Budi Utomo.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2006. Metode
Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Susmiati. 2003. Analisis Penggunaan Majas Dalam Cerpen
Perawan Di Garis Depan Dalam Kumpulan Cerpen Hujan Kepagian Karya Nugroho
Notosusanto. Skripsi FPBS IKIP Budi Utomo. Malang: IKIP Budi Utomo.
Tarigan, Henry
Guntur. 1985. Prinsip-Prinsip Dasar
Sastra. Bandung: Angkasa.
Tengsoe Tjahjono, Liberatus. 1988. Sastra
Indonesia Pengantar Teori dan Apresiasi. Ende Flores: Nusa Indah.
Wijaya, Putu. 1992. Gres 17 Cerita
Pendek. Jakarta: Balai Pustaka.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ………………………………………
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………….
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………………………………
ABSTRAK ……………………………………………………….
KATA PENGANTAR …………………………………………
DAFTAR ISI …………………………………………………….
DAFTAR TABEL ………………………………………………………..
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah ……………………
1.2 Jangkauan Masalah
1.2.1
Batasan Masalah …………………………………….
1.2.2
Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
Penelitian ……………………………………….
1.3.1
Tujuan Umum
1.3.2
Tujuan Khusus
1.4 Asumsi
……………………………………………………….
1.5 Penegasan
Istilah …………………………………………….
1.6 Manfaat
Penelitian ……………………………………..
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
2.1
Pengantar
2.2
Pengertian Cerpen
2.3
Ciri-ciri Cerpen
2.4 Pengertian Gaya bahasa
2.5 Jenis-jenis Gaya Bahasa
2.5.1 Gaya Bahasa
Perbandingan…………….
2.5.2 Gaya Bahasa
Pertentangan
2.5.3 Gaya Bahasa Sindiran
2.5.4 Gaya Bahasa Penegasan
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian ………………………………………
3.2
Sumber Data …………………………………
3.3.
Data………………………………………
3.4
Teknik Penelitian ………………………………………..
3.4.1 Teknik Pengumpulan
Data …………………………
3.4.2 Teknik Analisis Data
……………………………….
3.5 Prosedur Penelitian
……………………………………..
3.5.1 Tahap Persiapan ……………………………………..
3.5.2 Tahap Pelaksanaan
…………………………………
3.5.3 Tahap Penyelesaian
……………………………………
BAB IV : HASIL PENELITIAN
4.1
Pengantar…………………….
4.2
Deskripsi Penggunaan Gaya Bahasa Perbandingan …………………
4.2.1 Gaya Bahasa Metafora
4.2.3 Gaya Bahasa Eufimisme
4.2.4 Gaya Bahasa Hiperbola
4.2.2 Gaya Bahasa
Personifikasi
4.2.5 Gaya Bahasa
Antonomasia
4.2.6 Gaya Bahasa Alusio
4.2.7 Gaya Bahasa Tropen
4.2.8 Gaya Bahasa Simbolik
4.3
Deskripsi Penggunaan Gaya Bahasa Pertentangan
4.3.1 Gaya Bahasa Paradoks
4.4
Deskripsi Penggunaan Gaya Bahasa Sindiran………….
4.4.1 Gaya Bahasa Sinisme
4.4.2 Gaya Bahasa Sarkasme
4.4.3 Gaya Bahasa Ironi
4.5 Deskripsi Penggunaan
Gaya Bahasa Penegasan
4.5.1
Gaya Bahasa Pleonasme
4.5.2
Gaya Bahasa Eksklamasi
4.5.3
Gaya Bahasa Tautologi
4.5.4
Gaya Bahasa Repetisi
4.5.5
Gaya Bahasa Retoris
4.5.6
Gaya Bahasa Klimaks
4.5.7
Gaya Bahasa Antiklimaks
BAB V : PENUTUP
5.1
Kesimpulan ……………………………………….
5.2
Saran ………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar