ANALISIS ASPEK PSIKOLOGIS TOKOH LASIYEM
DALAM NOVEL MUSIM SEMI LUPA
SINGGAH DI SHIZI
KARYA NANING PRANOTO
Oleh
:
Sugeng
Rianto
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Karya sastra sebenarnya
tidak dapat dilepaskan sama sekali dari pengarangnya, sebab di antara keduanya
terdapat “hubungan kausalitas” (Aminuddin, 1990:93), yakni sebagai hasil
kreativitas pengarangnya, karya sastra tidak akan mungkin lahir tanpa ada
penulis sebagai penuturnya.
Sebagai manusia yang hidup
dan berinteraksi dengan sesamanya, sang pengarang dengan bermodalkan kepekaan
jiwa yang dalam senantiasa mencecap melalui pengamatan dan penghayatan terhadap
masalah kemanusian dan kehidupan ini. Kemampuan menangkap gejala-gejala
kejiwaan dari orang lain, oleh pengarang kemudian diolah dan diendapkan serta
diekspresikan dalam proses kreatif cipta sastra sehingga lahirlah karya sastra
sebagai buah kontemplatif sang pengarang. Dengan demikian, pengalaman kejiwaan
yang semula mengendap dalam jiwa pengarang telah beralih menjadi suatu master piece cipta sastra yang
terproyeksikan lewat ciri-ciri kejiwaan para tokoh imajinernya. Tokoh dalam
“dunia baru”, dunia rekaan sang pengarang.
Sastra sebagai
“gejala-kejiwaan” yang di dalamnya terkandung fenomena-fenomena kejiwaan yang
menampak lewat perilaku tokoh-tokohnya, dengan demikian karya sastra (teks
sastra) dapat didekati dengan menggunakan pendekatan psikologi Roekhan (dalam
Aminuddin, 1990:93). Sesuai perkembangannya, pendekatan tekstual dalam
psikologi sastra dewasa ini tidak hanya bertumpu pada pendekatan psikologi
dalam. Tetapi juga memungkinkan dilakukan dengan pendekatan psikologi yang lain
seperti pendekatan behavioral yang berpijak pada anggapan bahwa kepribadian
manusia adalah hasil bentukan dari lingkungan tempat ia berada, termasuk
rentetan peristiwa yang membentuknya. Pendekatan psikologi behavioral ini
mengabaikan anggapan psikologi kognitif yang beranggapan bahwa faktor pembawaan
sejak lahirlah yang membentuk kepribadian manusia.
Kompleksitas unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra, hal ini menuntut
kepada kita berkaitan kajian sastra agar memiliki suatu kepekaan emosi atau
perasaan dalam menikmati unsur-unsur keindahan cipta sastra; wawasan
pengetahuan dan pengalaman yang luas terhadap masalah kehidupan dan kemanusiaan
baik lewat penghayatan secara intensif-kontemplatif
maupun dengan membaca berbagai literatur humanitas; pemahaman terhadap aspek kebahasaan; serta
pemahaman terhadap unsur-unsur intrinsik cipta sastra yang berhubungan dengan
telaah teori sastra.
Jika Horace (Depdiknas, 2005ca:79) menganggap sastra adalah dulce et utile, menyenangkan dan berguna
karena dari pernyataannya tersirat makna bahwa sastra bisa berfungsi sebagai
sarana “rekreatif” dan untuk pengajaran moral kepada manusia; apalagi juga
ditegaskan oleh Jakob Sumardjo dan Saini K.M. bahwa dengan terlibatnya manusia
ke dalam karya sastra dapat menolong seseorang menjadi mansia yang berbudaya
(cultured man), yakni manusia yang responsif terhadap hal-hal yang luhur dalam
hidup ini serta senantiasa mencari nilai-nilai kebenaran; maka berangkat dari
upaya menangkap salah satu unsur dalam kandungan karya sastra yaitu lewat
telaah tokoh dan penokohan tekstual sastra dengan pendekatan psikologi behavioral inilah
dilakukan penelitian yang diberi judul Analisis Aspek Psikologis Tokoh Lasiyem
dalam Novel Musim Semi Lupa Singgah di
Shizi karya Naning Pranoto.
1.2 Masalah
1.2.1
Ruang Lingkup
masalah
Ruang lingkup masalah yang
memungkinkan menjadi jangkauan suatu penelitian, mencakup seluruh variabel
karya sastra yang meliputi : (1) unsur intrinsik, yaitu unsur yang terkandung
dalam setiap karya sastra, yang terdiri atas unsur tema, karakter/perwatakan
(tokoh dan penokohan), plot, setting, titik kisah (sudut pandang), dan gaya;
serta (2) unsur ekstrinsik mencakup si pengarang dengan latar belakang
kehidupannya, berbagai aliran sastra yang melatarbelakangi proses cipta sastra
tersebut, kehidupan masyarakat sastra, periodisasi/kurun jaman di mana karya
sastra dilahirkan.
1.1.1
Batasan Masalah
Tidak semua unsur yang
terkandung dalam suatu karya sastra, bisa secara tuntas diapresiasi dalam waktu
yang relatif terbatas. Oleh sebab itu, bertolak dari pendapat Aminuddin
(2004:45) yang menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan apresiasi sastra melalui
kegiatan analisis, tidak harus meliputi keseluruhan aspek yang terkandung dalam
suatu cipta sastra, melainkan bisa membatasi diri pada analisis struktur,
diksi, gaya bahasa, atau mungkin analisis unsur kebahasaan seperti dilaksanakan
dalam pendekatan linguistik atau text
grammar; maka peneliti membatasi pada masalah Analisis Aspek Psikologis
Tokoh Lasiyem dalam Novel Musim Semi Lupa
Singgah di Shizi karya Naning Pranoto.
1.1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan
masalah di atas, penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
(1)
Bagaimanakah kondisi aspek psikologis tokoh Lasiyem
sewaktu masih menjadi bakul gendong dalam novel Musim Semi Lupa Singgah di Shizi karya Naning Pranoto?
(2)
Bagaimanakah kondisi aspek psikologis tokoh Lasiyem
setelah diperistri oleh tokoh Nick dalam novel Musim Semi Lupa Singgah di Shizi karya Naning Pranoto?
(3)
Bagaimanakah kondisi aspek psikologis tokoh Lasiyem
setelah bergaul dengan tokoh Teddy dalam novel Musim Semi Lupa Singgah di Shizi karya Naning Pranoto?
1.2 Tujuan
Penelitian
1.2.1
Tujuan Umum
Sesuai dengan latar belakang
dan perumusan masalah yang dikemukakan di muka, maka secara umum tujuan
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kondisi aspek psikologis tokoh Lasi
yang terdapat dalam novel Musim Semi Lupa
Singgah di Shizi karya Naning Pranoto.
1.2.2
Tujuan Khusus
Secara
khusus penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi atau gambaran yang
obyektif tentang :
(1)
Kondisi aspek psikologis tokoh Lasiyem semasih
menjadi bakul gendong dalam novel Musim
Semi Lupa Singgah di Shizi karya Naning Pranoto.
(2)
Kondisi aspek psikologis tokoh Lasiyem setelah
diperistri oleh tokoh Nick dalam novel Musim
Semi Lupa Singgah di Shizi karya Naning Pranoto.
(3)
Kondisi aspek psikologis tokoh Lasiyem setelah
bergaul dengan tokoh Teddy dalam novel Musim
Semi Lupa Singgah di Shizi karya Naning Pranoto.
1.3 Penegasan Istilah
Penegasan istilah
dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman terhadap penggunaan istilah yang
dipakai dalam penelitian yang berjudul Analisis Aspek Psikologis Tokoh Lasi
dalam Novel Musim Semi Lupa Singgah di
Shizi karya Naning Pranoto.
(1)
Analisis adalah istilah yang berasal dari bahasa
Inggris analysis yang berarti
menguraikan sesuatu, termasuk menguraikan unsur-unsur dalam struktur karya
sastra.
(2)
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk
gejala jiwa manusia, yaitu mempelajari dan menyelidiki pikiran, perasaan,
sikap, emosi, dan berbagai gejala jiwa lainnya.
(3)
Kondisi psikologis adalah keadaan jiwa/kejiwaan
seseorang yang meliputi pikiran, perasaan, sikap, emosi, dan berbagai gejala
jiwa lainnya.
(4)
Tokoh adalah individu rekaan yang terdapat dalam
berbagai peristiwa dalam karya sastra, baik itu tokoh wanita maupun tokoh pria.
(5)
Novel adalah sebuah cerita prosa fiksi karya
pengarang yang tercipta dengan dilandasi berdasarkan pandangan, tafsiran, dan
penilaian tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam imajinasinya; dan
dihadirkan dalam bentuk paparan cerita yang panjang mengenai kehidupan manusia.
(6)
Kluster adalah kelompok konsonan yang berlainan
dalam satu suku kata seperti pr dalam
praktik dan str dalam struktur, ada
juga gugus vokal yaitu kumpulan beberapa vokal yang berlainan dalam satu suku
kata seperti ei, iu, ui (Badudu-Zain,
1996:702).
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi
Peneliti
a)
Sebagai bekal pengalaman di bidang penelitian
yang berhubungan dengan analisis psikologis tokoh cerita dalam suatu karya sastra
berupa novel.
b)
Mengetahui gambaran secara obyektif tentang
aspek psikologis tokoh Lasi dalam novel Musim
Semi Lupa Singgah di Shizi karya Naning Pranoto.
2.
Bagi Penelitian Selanjutnya
a) Sebagai
dasar penelitian lebih lanjut di masa mendatang.
b)
Sebagai bahan yang perlu dikaji kebenarannya
tentang teori yang disusun oleh peneliti agar sesuai dengan hasil penelitian
yang diharapkan.
3. Bagi
Institut
Dengan
adanya penelitian ini berarti pihak lembaga dapat menambah koleksi kepustakaan
ilmiah yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
4. Bagi
Pengajaran Bahasa Indonesia
Dengan
hasil penelitian ini agar dapat meningkatkan kemampuan apresiasi siswa dalam
menganalisis psikologis tokoh cerita dari suatu hasil karya sastra seperti
novel dan karya sastra yang lain.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Pada
prinsipnya penelitian tentang Analisis Aspek Psikologis Tokoh Lasi dalam novel Musim Semi Lupa Singgah di Shizi karya Naning
Pranoto ini memanfaatkan kajian interdisipliner, artinya
penelitian ini dalam upaya menginterpretasi karya sastra memerlukan ilmu
terapan dengan mengkaji kepustakaan yang relevan. Beberapa kajian sebagai
tinjuan pustaka yang relevan, meliputi (1) tinjauan pengertian prosa fiksi, (2)
tinjauan terhadap apresiasi sastra, (3) tinjauan terhadap psikologi sastra, (4)
tinjauan terhadap tokoh, dan (5) tinjauan terhadap penokohan dalam novel.
2.2
Pengertian dan Macam Prosa Fiksi
2.2.1
Pengertian Prosa Fiksi
Prosa
fiksi adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu
dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang
bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita.
Karya fiksi mengandung unsur-unsur meliputi (1) pengarang atau narator, (2) isi
penciptaan, (3) media penyampai isi berupa bahasa, dan (4) elemen-elemen
fiksional sehingga menjadi suatu wacana. Pengarang dalam memaparkan isi karya
fiksi bisa lewat (1) penjelasan atau komentar, (2) dialog maupun monolog, dan
(3) lakuan atau action (Aminuddin, 2004:66). Disebutkan juga bahwa bentuk-bentuk
karya fiksi meliputi roman, novel, novelet, maupun cerpen.
Semua karya sastra termasuk novel, mempunyai dua unsur yang
membangun, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik meliputi
tema, alur, tokoh dan penokohan, setting/latar, gaya, sudut pandang, suasana,
dan amanat. Adapun unsur yang membangun di luar karya sastra yaitu unsur
ekstrinsik meliputi : biografi pengarang, pembaca, latar proses kreatif
penciptaan maupun latar sosial-budaya yang menunjang kehadiran teks sastra (Aminuddin,
2004:34).
2.2.2
Macam Prosa Fiksi
Aminuddin
(2004:66) menyebutkan bahwa karya prosa fiksi dapat berbentuk roman, novel,
novelet, dan cerpen.
2.3
Novel
2.3.1
Pengertian Novel
Novel adalah sebuah cerita
prosa fiksi karya pengarang yang tercipta dengan dilandasi berdasarkan
pandangan, tafsiran, dan penilaian tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi
dalam imajinasinya; dan dihadirkan dalam bentuk paparan cerita yang panjang
mengenai kehidupan manusia. Pengertian novel bila ditinjau secara harafiah,
istilah novel berasal dari bahasa Italia novella
yang berarti “barang baru yang kecil”. Novel adalah karya sastra fiksi yang
panjangnya sekitar 200 halaman (Depdiknas, 2005:107; abdul Rani, 2004:85).
Abdul Rani (2004:85) mengartikan novel sebagai karya imajinatif yang
mengisahkan sisi utuh atas problematika kehidupan seseorang atau beberapa
tokoh.
2.3.2
Macam Novel
Mengutip
pendapat Mochtar Lubis, Henry Guntur Tarigan dalam bukunya Prinsip-Prinsip Dasar Sastra (1985:165-166) menyebutkan bahwa
pemilahan jenis novel/roman berdasarkan bentuk dan genrenya dibedakan menjadi novel : (1) avontur, (2) psikologis,
(3) detektif, (4) sosial, (5) politik,
dan (6) kolektif.
Berdasarkan
segmen konsumen pembacanya, terdapat jenis novel remaja yang menurut
Nurgiantoro (dalam Depdiknas, 2005:108) adalah novel populer yakni novel yang
massa pembacanya sangat banyak khususnya di kalangan remaja. Novel remaja
(populer) menampilkan masalah-masalah yang aktual dan selalu menzaman walaupun
hanya sesaat/temporer atau sementara/artifisial serta tidak menggambarkan
kehidupan secara intens tentang pemahaman hakikat kehidupan.
2.3.3
Unsur-Unsur Novel
Sebagai salah satu genre
sastra, novel serta karya fiksi lainnya seperti cerpen, novelet, dan roman
mengandung unsur-unsur meliputi (1) pengarang atau narator, (2) isi penciptaan,
(3) media penyampai isi yang berupa bahasa, dan (4) elemen-elemen fiksional
atau unsur-unsur intrinsik yang membangun karya fiksi sehingga menjadi suatu
wacana (Aminuddin, 2004:66). Unsur-unsur prosa fiksi meliputi tokoh dan
penokohan, latar/setting, alur atau plot, sudut penceritaan/sudut pandang, gaya, tema, dan amanat (Abdul Rani, 2004:86;
Salamah, 2001:37).
Unsur-unsur
tersebut, lebih jauh ditegaskan oleh Abdul Rani (2004:86-69) berikut.
(1) Tema
Tema merupakan inti atau
pokok yang menjadi dasar pengembangan cerita, yang merupakan unsur intrinsik
terpenting dalam novel/cerpen. Untuk mengetahui tema novel/cerpen, pembaca
harus mencermati seluruh rangkaian cerita. Tema dalam sastra bisa diangkat dari
berbagai masalah kehidupan sesuai zamannya. Baik menyangkut kemanusiaan,
kekuasaan, kasih sayang, kecembutruan, dan sebagainya.
(2) Alur
Alur (plot) sebagai unsur
intrinsik karya sastra merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh
hubungan sebab akibat. Pla pengembangan cerita tidak selalu sama dalam setiap
karya fiksi. Pada umumnya suatu alur (plot) cerita terbagi dalam bagian-bagian
berikut.
(a)
Pengenalan situasi cerita (exposition)
(b)
Pengungkapan peristiwa (complication)
(c)
Menuju pada adanya konflik (rising action)
(d)
Puncak konflik (turning point)
(e)
Penyelesaian (ending)
(3)
Latar (setting)
Fungsi latar adalah untuk meyakinkan pembaca
terhadap jalannya suatu cerita. Sehingga setiap peristiwa maupun para pelaku
yang ditampilkan dalam cerita seakan-akan ada dan benar-benar terjadi. Latar meliputi
tempat, waktu, suasana, dan budaya yang melingkupi cerita. Latar bisa
faktual maupun imajiner.
(4)
Penokohan
Penokohan adalah suatu cara
pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter/perwatakan para pelaku dalam
cerita. Untuk menggambarkan karakter tokoh, pengarang bisa menempuh: (a) teknik
analitik, yakni dengan menceritakan perwatakan tokoh secara langsung; dan (b)
teknik dramatik dengan mengemukakan karakter tokoh melalui penggambaran fisik
dan perilakunya, lingkungan kehidupannya, tata kebahasaannya, jalan pikirannya,
serta perannya dengan tokoh lain.
(5)
Sudut Pandang (Point of view)
Adalah posisi pengarang
dalam menampilkan cerita, yang terdiri dari:
(a)
pengarang berperan langsung sebagai orang
pertama /”aku”tokoh yang terlibat dalam
cerita,
(b)
pengarang berperan sebagai pengamat atau
bertindak sebagai orang ketiga.
(6)
Amanat
Amanat merupakan suatu pesan
pengarang yang dituangkan melalui karyanya, bisa menyangkut pesan moral,
didaktis, dan sebagainya. Untuk mengetahui
amanat, pembaca harus secara cermat mengikuti seluruh cerita sampai
tuntas.
(7)
Gaya Bahasa
Gaya bahasa dalam karya
sastra merupakan daya tarik dan sebagai cara pengarang mengajuk pikiran dan
emosi pembaca.
2.4 Apresiasi Karya Sastra
Istilah apresiasi berasal dari
bahasa Latin apreciatio yang berarti
“mengindahkan” atau “menghargai”. S. Effendi dalam (Aminuddin, 2004:35)
mengungkapkan bahwa apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli karya sastra
secara sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan
pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra.
Untuk
mengapresiasi karya sastra diawali dari sikap ketertarikan terhadap sastra
sebagai suatu karya ciptaan pengarang yang di dalamnya terkandung beragam
nilai-nilai kehidupan. Sehingga tidak berkelebihan jika Boulton (dalam
Aminuddin, 2004:37) beranggapan bahwa cipta sastra, selain menyajikan
nilai-nilai keindahan serta paparan peristiwa yang mampu memberi kepuasan batin
pembacanya, juga mengandung pandangan yang berhubungan dengan renungan atau
kontemplasi batin, baik yang berhubungan dengan masalah keagamaan, filsafat,
politik maupun berbagai macam problema kehidupan ini.
Bertolak
dari pendapat Boulton, Aminuddin (2004:38) lebih menegaskan bahwa cipta sastra
sebenarnya mengandung berbagai macam unsur yang sangat kompleks, yaitu (1)
unsur keindahan; (2) unsur kontemplatif hasil perenungan terhadap nilai-nilai
keagamaan, filsafat, politik, dan berbagai macam kompleksitas kehidupan; (3)
media pemaparan, baik berupa media kebahasaan maupun struktur wacana; serta (4)
unsur-unsur intrinsik yang berhubungan dengan karakteristik cipta sastra
sebagai suatu teks.
Kegiatan
seorang apresiator dalam bedah sastra
adalah seperti dikemukakan Brooks (dalam Aminuddin, 2004:39) yang membedakan
dua level, yakni level objektif yang berhubungan dengan respon intelektual, dan
level subjektif yang berhubungan dengan respon emosional. Sementara Aminuddin
(2004:38) mengungkapkan bahwa bekal awal yang harus dimiliki seorang calon
apresiator adalah (1) kepekaan emosi sehingga mampu memahami unsur-unsur
keindahan di dalam cipta sastra, (2) wawasan pengetahuan, penghayatan, dan
pengalaman atas kehidupan dan kemanusiaan, (3) pemahaman aspek kebahasaan, dan
(4) kepekaan terhadap unsur-unsur intrinsik cipta sastra yang berhubungan
dengan telaah teori sastra.
2.5 Psikologi Sastra
Psikologi sastra adalah suatu
kajian yang bersifat tekstual terhadap aspek psikologis sang tokoh dalam karya
sastra. Sebagaimana wawasan yang telah lama menjadi pegangan umum dalam dunia
sastra, psikologi sastra juga memandang bahwa sastra merupakan hasil
kreativitas pengarang yang menggunakan
media bahasa, yang diabdikan untuk kepentingan estetis. Karya sastra
merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya
ternuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun suasana
rasa/emosi Roekhan (dalam Aminuddin, 1990:88-91).
Psikologi sastra merupakan
gabungan dari teori psikologi dengan teori sastra. Sastra sebagai “gejala
kejiwaan” di dalamnya terkandung fenomena-fenomena kejiwaan yang nampak lewat
perilaku tokoh-tokohnya, sehingga karya teks sastra dapat dianalisis dengan
menggunakan pendekatan psikologi. Antara sastra dengan psikologi memiliki
hubungan lintas yang bersifat tak langsung dan fungsional, demikian menurut
Darmanto Yatman (Aminuddin, 1990:93). Pengarang dan piskolog kebetulan memiliki
tempat berangkat yang sama, yakni kejiwaan manusia. Keduanya mampu menangkap
kejiwaan manusia secara mendalam. Perbedaannya, jika pengarang mengungkapkan
temuannya dalam bentuk karya sestra, sedangkan psikolog sesuai keahliannya
mengemukakan dalam bentuk formula teori-teori psikologi.
Karya sastra yang dapat
dijadikan bahan kajian melalui pendekatan secara psikologis adalah karya-karya
sastra yang mengembangkan kejiwaan tokoh-tokohnya, yakni karya prosa dan drama.
Lebih jauh ditandaskan bahwa pendekatan tekstual dalam psikologi sastra yang
bertumpu pada pendekatan psikologi dalam (pendekatan ekspresif dan pendekatan
pragmatis), kemudian berkembang melalui pendekatan-pendekatan psikologi yang
lain seperti pendekatan kognitif, behavioral, ghanzeid, dan pendekatan
eksistensial Roekhan (dalam Aminuddin,
1990:94).
Penerapan pendekatan behavioral
dalam studi psikologi sastra, harus dilakukan dengan mengikuti tahapan berikut.
(1)
Mencari dan menentukan tokoh cerita yang akan dikaji;
(2)
Menelusuri perkembangan karakter sang tokoh yang
dikaji, terhadap (a) lakuan sang tokoh, (b) dialog sang tokoh, dan (c) pikiran
sang tokoh;
(3)
Mengidentifikasi macam-macam perilaku sang tokoh dan
mendeskripsikan serta mengklasifikasikannya;
(4)
Mengidentifikasi lingkungan yang telah membentuk
perilaku sang tokoh;
(5)
Menghubungkan perilaku yang muncul dengan lingkungan
yang melatarinya (Aminuddin, 1990:97).
2.6 Tokoh dalam Karya Sastra
Peristiwa
dalam karya fiksi seperti halnya peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, selalu
diemban oleh tokoh atau pelaku-pelakunya, pelaku yang mengemban peristiwa dalam
cerita fiksi sehinggga terjalin suatu cerita disebut dengan tokoh (Aminuddin,
2004:79). Kusdiratin (dalam Depdiknas, 2005:57) mengatakan bahwa tokoh dalam
karya fiksi selalu mempunyai sifat, sikap, tingkah laku atau watak-watak
tertentu. Pemerian watak pada tokoh suatu karya sastra oleh pengarang disebut
perwatakan.
Tokoh
merupakan bagian dari keutuhan artistik karya sastra yang selalu menunjang
keutuhan artistik itu. Tokoh dalam karya sastra dapat digolongkan menjadi lima,
yaitu (1) tokoh utama dan tokoh pembantu, (2) tokoh bulat dan tokoh datar, (3)
tokoh protagonis dan tokoh antagonis, (4) tokoh sentral dan tokoh bawahan, dan
(5) tokoh dinamis dan tokoh statis (Aminuddin,2004:80).
2.6.1 Tokoh Utama dan Tokoh Pembantu
Jika
dilihat menurut peranannya tokoh ada dua yaitu tokoh utama dan tokoh pembantu,
yang masing-masing tokoh tersebut memiliki peran yang penting dalam cerita.
Untuk dapat membedakan tokoh utama dan tokoh pembantu, maka dilakukan dengan
berbagai pertimbangan dan cara-cara sebagai berikut:
(1)
Tokoh pembantu hanya hadir jika mempunyai
hubungan signifikan dengan tokoh utama.
(2)
Melihat keseringan kemunculan dalam suatu
cerita dan keterlibatan tokoh dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita.
(3)
Ditentukan lewat petunjuk pengarang. Tokoh
utama umumnya merupakan tokoh yang saling memberi komentar yang dibicarakan
oleh pengarangnya, sedangkan tokoh pembantu hanya dibicarakan alakadarnya saja
(Aminuddin, 2004:80).
2.6.2 Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis
Ditinjau
dari jenisnya, ada tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis
mempunyai pengertian tokoh yang memiliki watak baik, sehingga disenangi oleh pembaaca.
Adapun tokoh antagonis mempunyai watak yang tidak disenangi oleh pembaca,
karena watak pelaku tidak sesuai dengan apa yang diidamkan oleh pembaca. Tokoh
protagonis biasanya mewakili yang baik dn terpuji, karena it biasanya menarik
simpati pembaca. Sedangkan tokoh antagonis mewakili pihak yang jahat dan salah.
Dalam fungsinya sebagi sumber nilai, tokoh protagonis selalu menjadi tokoh
teladan (Aminuddin, 2004:80).
2.6.3 Tokoh Sentral dan Tokoh Bawahan
Berdasarkan
fungsi tokoh dalam cerita, dapatlah dibedakan tokoh sentral dan tokoh bawahan.
Masing-masing tokoh dalam cerita mempunyai fungsi yang berbeda. Tokoh sentral
adalah tokoh yang memiliki peranan yang penting dalam suatu cerita, sehingga
tokoh ini cenderung menggeser kedudukan tokoh utama yang memiliki peranan tidak
penting, karrna munculnya hanya melengkapi, melayani, mendukung tokoh utama,
namun kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang atau mendukung tokoh
utama.
Selanjutnya,
Aminuddin juga membedakan adanya ragam pelaku simple character dan complex
character, yaitu berikut ini. Disebut simple
character ialah bila pelaku itu tidak banyak menunjukkan adanya
kompleksitas masalah. Pemunculannya hanya dihadapkan pada satu permasalahan
tertentu yang tidak banyak menimbulkan adanya obsesi-obsesi batin yang
kompleks. Berkebalikan dengan pelaku yang simpel, complex character adalah pelaku yang pemunculannya banyak dibebani
permasalahan. Selain itu, complex
character juga ditandai dengan munculnya pelaku yang memiliki obsesi batin
yang cukup kompleks sehingga kehadirannya banyak memberikan gambaran perwatakan
yang kompleks pula. Dalam prosa fiksi, simple
character umumnya adalah pelaku tambahan, sedangkan complex character adalah pelaku utama (Aminuddin, 2004:82).
Dengan
melihat fungsi tokoh di atas, maka dapat ditentukan watak tokoh dan
kedudukannya di dalam cerita, serta kehadiran tokoh sebagai pendukung cerita
dalam karya sastra.
2.6.4 Tokoh Dinamis dan Tokoh Statis
Berdasarkan
perkembangan lakuan dan watak tokoh dalam cerita, maka ada tokoh yang dinamis
dan tokoh yang statis. Tokoh dinamis merupakan tokoh yang mengalami perubahan
nasib, sedangkan tokoh yang statis merupakan tokoh yang sejak awal hingga akhir
ceriota tidak mengalami perubahan.Tokoh dinamis, seperti yang dikemukakan
Aminuddin (2004:83) adalah tokoh yang mengalami perubahan dan perkembangan
batin, sedangkan tokoh statis adalah tokoh yang sejak awal hingga akhir cerita
tidak mengalami perubahan dan perkembangan pada aspek penokohannya dan tetap
mempertahankan aspek karakter dari awal hingga akhir cerita.
2.7
Penokohan dalam Karya Sastra
Penokohan dalam karya sastra
adalah cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku dalam karya fiksinya.
Boulton dalam (Aminuddin, 2004:79) mengungkapkan bahwa cara pengarang
menggambarkan atau memunculkan tokoh dalam karya fiksi dapat bermacam-macam, seperti tokoh pelaku yang
hanya hidup di alam mimpi, pelaku yang gigih dalam perjuangan hidupnya, pelaku
yang selalu bersikap realistis, pelaku yang egois. Para pelaku bisa berupa
manusia atau tokohmakhluk lain yang diberi sifat seperti manusia, misalnya
perilaku binatang.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Metodologi Penelitian
Dalam suatu penelitian ilmiah,
metodologi menempati peranan yang sangat penting sesuai dengan obyek
penelitian.
Yang dimaksudkan
dengan metodologi di sini adalah kerangka teoritis yang dipergunakan oleh
penulis untuk menganalisa, mengerjakan, atau mengatasi masalah yang dihadapi
itu. Kerangka teoritis atau kerangka ilmiah merupakan metode-metode ilmiah yang
akan diterapkan dalam pelaksanaan tugas itu
(Keraf, 2001:310).
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara untuk mengungkapkan atau
menganalisa suatu permasalahan yang menjadi obyek penelitian. Untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, penulis memerlukan metode. Metode merupakan cara
kerja yang harus ditempuh dalam suatu penelitian ilmiah.
Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui metode analisis deskriptif kualitatif model kajian tekstual dengan pendekatan
psikologi behavioral. Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian
yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena-fenomena,
peristiwa, aktivitas sosial secara alamiah (Sukmadinata, 2006:319). Sehingga
penelitian ini berupaya memaparkan suatu peristiwa secara rinci, sistematis,
cermat, dan faktual mengenai aspek perkembangan psikologis tokoh Lasi yang
selalu menghadapi konflik batin dalam novel Musim
Semi Lupa Singgah di Shizi karya Naning Pranoto.
Penggunaan
pendekatan behavioral dalam studi psikologi sastra ini sesuai tujuan
penelitian, dilakukan melalui tahapan (1) mencari dan menentukan tokoh cerita
yang akan dikaji yang dalam hal ini adalah tokoh Lasi sebagi pelaku utama yang
menjadi fokus penelitian; (2) menelusuri perkembangan karakter sang tokoh yang
dikaji melalui lakuan, pikiran, dan dialog sang tokoh; (3) mengidentifikasi,
mendeskripsikan serta mengklasifikasikan perilaku sang tokoh. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui perilaku sang tokoh sebagai landasan (4) mengidentifikasi
lingkungan pembentuk perilaku tokoh; dan (5) menghubungkan perilaku yang muncul
dengan lingkungan yang melatarinya Roekhan (dalam Aminuddin, 2004:96-97).
Dengan demikian metode penelitian bertujuan menggambarkan peristiwa secara
objektif dengan cara mengungkapkan (1) kondisi aspek psikologis tokoh Lasi sewaktu masih
menjadi bakul gendong, (2) kondisi psikologis tokoh Lasi setelah diperistri
oleh tokoh Nick, dan (3) kondisi psikologis tokoh Lasiyem setelah
bergaul dengan tokoh Teddy dalam novel Musim
Semi Lupa Singgah di Shizi karya Naning Pranoto.
3.2
Objek Penelitian
Sesuai
tujuan penelitian, yang menjadi objek penelitian ini adalah novel Musim Semi Lupa Singgah di Shizi karya Naning
Pranoto, tahun terbit 2003.
3.3
Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data
dalam penelitian ini, sebagaimana lazimnya suatu penelitian kualitatif, adalah
peneliti sendiri. Selanjutnya, untuk memudahkan teknik pengumpulan data, maka
digunakan instrumen operasional yang berupa format tabel berikut ini.
Tabel
I : Panduan Analisis Data
Perkembangan
Aspek Psikologis Tokoh Lasi
dalam
Novel Musim Semi Lupa Singgah di Shizi
No
|
Kode Data
|
Uraian Teks Data
|
Interpretasi
|
1.
|
2
|
3
|
4
|
AATPL1MSLSdS, 2003:2
|
Keterangan Kode data :
1.
Kluster huruf kapital menandakan pokok permasalahan
yang diteliti. Pokok permasalahan penelitian yaitu AATPTL adalah Analisis Aspek
Psikologis Tokoh Lasi.
2.
Angka di belakang kluster huruf kapital menunjukkan
nomor urut data.
3.
MSLSdS,2003 menunjukkan novel Musim Semi Lupa Singgah
di Shizi yang terbit tahun 2003.
4.
Angka setelah tahun 2003 menunjukkan nomor halaman
novel.
3.4
Teknik Penelitian
3.4.1 Teknik Pengumpulan Data
Beberapa
langkah yang ditempuh untuk mengumpulkan data penelitian adalah (1) membaca
literatur kepustakaan yang relevan dengan judul penelitian; (2) penyusunan
kerangka penelitian sebagai panduan kerja, karena teknik yang digunakan berupa
teknik analisis tekstual; (3) mendeskripsikan lakuan, dialog, monolog, dan
komentar tokoh lain dari setiap tokoh wanita yang mencerminkan aspek psikologis
tokoh-tokoh wanita dalam novel Musim Semi Lupa
Singgah di Shizi karya Naning Pranoto.
3.4.2
Teknik Pengolahan Data
Teknik
pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini melalui beberapa tahapan,
yaitu (1) deskripsi korpus data; (2) interpretasi data; dan (3) deskripsi
kualitatif tokoh utama dalam novel ,
sebagai kesimpulan data.
3.4.3 Teknik Analisis Data
Teknik
analisis data ditempuh melalui penggunaan instrumen data penelitian yang berupa
tabel-tabel yang digunakan untuk menjaring data yang diperlukan. Data yang
terkumpul dianalisis melalui langkah-langkah pengidentifikasian dan
pengklasifikasian sampai penyimpulan. Dengan kata lain, data dianalisis melalui
kegiatan mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan memverifikasi/penarikan
kesimpulan data penelitian.
3.5
Prosedur Penelitian
3.5.1
Tahap
Persiapan
Berkaitan dengan tujuan
penelitian, dilakukan dengan langkah kerja meliputi: (a)
Penyusunan rancangan penelitian yang dimulai dari merumuskan tujuan
penelitian, merumuskan gambaran
operasional kerja secara sistematis, membuat desain dengan membuat pedoman
kerja hingga menemukan kemantapan desain penelitian, (b) studi pustaka yang
dilakukan untuk memperoleh landasan kepustakaan sebagai bahan rujukan teoritis
yeng relevan dengan penelitian.
3.5.2
Tahap Pelaksanaan
Dilakukan dengan beberapa tahapan, meliputi: (a)
pengumpulan data, yaitu mengumpulkan seluruh data dalam novel Musim Semi Lupa Singgah di Shizi karya Naning
Pranoto, (b) analisis data, dengan menganalisis tokoh
berdasarkan tahapan kerja : (1) mengklasifikasi data, dan (2) mendeskripsikan secara
kualitatif temuan dalam novel Musim Semi
Lupa Singgah di Shizi karya Naning Pranoto.
3.5.3
Tahap Penyelesaian
Tahap penyelesaian ini merupakan tahap akhir setelah
penelitian selesai dilaksanakan. Tahap penyelesaian ini meliputi beberapa
kegiatan yaitu : (a) penyusunan dan penulisan laporan, (b) mengkonsultasikan
laporan kepada dosen pembimbing, (c) pengetikan laporan setelah dilakukan
revisi, (d) penggandaan laporan kemudian diajukan kepada tim dosen penguji.
BAB IV HASIL
PENELITIAN
4.1 Pengantar
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa psikologi sastra juga memandang sastra sebagai hasil kreativitas pengarang yang menggunakan media bahasa, diabdikan untuk kepentingan estetis, di dalamnya ternuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun suasana rasa/emosi. Fenomena kejiwaan sebagai proyeksi pemikiran pengarang nampak lewat perilaku tokoh-tokoh ceritanya, sehingga karya teks sastra dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan psikologi.
Karya sastra yang dijadikan bahan kajian melalui pendekatan terhadap aspek psikologis tokoh dalam penelitian ini adalah novel Musim Semi Lupa Singgah di Shizi. Penerapan pendekatan behavioral dalam studi psikologi sastra, dilakukan dengan mengikuti tahapan berikut.
(6)
Menentukan tokoh cerita yang akan dikaji yang dalam
novel tersebut adakah tokoh Lasiyem, karena termasuk sebagai tokoh utama yang
memiliki complex character.
(7)
Menelusuri perkembangan karakter sang tokoh yang dikaji
yaitu tokoh Lasiyem, terhadap (a) lakuan sang tokoh, (b) dialog sang tokoh, dan
(c) jalan pikiran sang tokoh;
(8)
Mengidentifikasi macam-macam perilaku sang tokoh dan
mendeskripsikan serta mengklasifikasikannya;
(9)
Mengidentifikasi lingkungan yang telah membentuk
perilaku sang tokoh, terutama setting cerita di Yogya dan di Shizi.
Dari gambaran
awal tahap penganalisisan tersebut, pada bab IV ini dipaparkan berbagai hasil
temuan sesuai tujuan penelitian yaitu analisis aspek psikologis tokoh Lasiyem
dalam novel Musim Semi Lupa Singgah di
Shizi karya Naning Pranoto. Untuk lebih memudahkan pemahaman inti cerita,
berikut ini disajikan terlebih dahulu sinopsis atau ringkasan cerita novel Musim Semi Lupa Singgah di Shizi karya
Naning Pranoto.
4.2 Ringkasan Cerita
(Sinopsis) Novel Musim Semi Lupa Singgah Di Shizi karya Naning Pranoto.
Dambaan keturunan anak dari rahimnya buah hasil perkawinannya dengan Nick, Nicholas Evans, suaminya, suami yang telah mengangkat kehidupannya dari seorang bakul gendong di pasar Beringharjo, Yogya, menjadi sebagai Nyonya Lasi Evans di Melbourne, Australia; sehingga Lasiyem kemudian memburu cinta sejatinya terhadap Wang Jinshu yang biasa dipanggil Teddy, guru les bahasa Mandarinnya. Teddy, pemuda yang usianya lebih pantas menjadi anaknya. Hal ini terjadi di Shizi disaat ia dan suaminya menikmati liburan musim semi, sambil suaminya belajar mendalami melukis karakter huruf Cina dan kalligrafi pada guru lukis bernama Tan- Xiansheng.
Nick memang suami penyayang yang bertanggung jawab baik secara lahir dan batin, secara moral maupun material, yang telah berjasa mengangkat martabatnya dari gadis desa, gadis kere, menjadi munggah mbale, menjadi perempuan gedongan, dalam golongan priyayi. Akan tetapi, soal keinginannya memiliki anak dari hubungan perkawinan mereka, Nick langsung menolak mentah-mentah. Nick khawatir tidak bisa menjadi ayah yang baik, sebab ia memiliki pengalaman traumatik masa kecil akibat ditelantarkan oleh ayahnya yang brengsek, yang membuangnya ke panti asuhan dan membunuh ibunya dalam penderitaan panjang.
Nick memang telah melakukan operasi vasektomi, sehingga praktis tidak akan menghasilkan keturunan. Permasalahan keinginan istrinya memiliki anak, Nick bersedia mengadopsi pemuda Teddy sebagai anak angkatnya yang sekaligus bisa menjadi guru les bahasa Mandarin bagi Lasiyem. Namun demikian, bagi Teddy, Ibu Lasi (Nyonya Lasi Evans/Lasiyem) sudah dianggap layaknya ibunya sendiri. Sedangkan Teddy bagi Lasiyem yang sebenarnya termasuk istri yang setia kepada suami, namun begitu mulai mengenal Teddy, Lasiyem mulai kagum terhadap kepribadian dan gaya penampilannya yang dimiliki pemuda tersebut yang berbeda dengan pemuda Cina pada umumnya. Teddy adalah pemuda yang cerdas, menguasai bahasa Inggris dengan sangat bagus, juga memiliki selera lidah seperti orang Indonesia. Karena nenek buyutnya pernah lama tinggal di Solo. Panggilan Ibu dari Teddy terhadapnya membuat Lasiyem merasa tersanjung dan membuat Lasiyem terkesan serta semakin simpati kepada guru les bahasa Mandarinnya tersebut.
Kekaguman terhadap Teddy yang cerdas, sopan, berwawasan luas, berpenampilan menarik serta memiliki kepribadian yang baik; kekaguman yang berbuah rasa simpati; rasa simpati berlebihan sehingga membuatnya bertarung dalam konflik batin antara cinta oleh bias amour atau cinta platonik terhadap Teddy; ditambah dambaannya akan anak dari rahimnya sendiri atas perkawinannya dengan Nick; serta sikap pandangan Nick yang justru tidak menyukai kehadiran anak akibat traumatik masa kecil Nick sehingga telah mengambil keputusan melakukan operasi vasektomi; beberapa hal inilah yang membuat pertarungan batin dalam diri Lasiyem semakin bergolak. Kendati saran-saran dari sahabatnya di Jakarta, yaitu Farida, atas konflik psikologis yang dialaminya cukup bernilai sebagai nasehat yang arif dan solutif, Lasiyem tetap belum mampu mengelak dari kenyataan bahwa ternyata cinta sejatinya hanya tertuju kepada Teddy yang tumbuh seiring musim semi di Shizi. Sedangkan cintanya kepada sang suami tak lebih dari sekadar pengabdian dan balas jasa.
Walaupun perselingkuhan cinta segitiga ini hanya berkecamuk dalam diri Lasiyem dan tak pernah terungkap kepada siapa pun-kecuali kepada sahabatnya, Farida- Nick (suaminya) dan juga Teddy tak pernah tahu perang batin dalam diri Teddy dalam menyikapi rasa cinta, hal ini cukup berlangsung lama. Klimaksnya adalah saat dirinya diajak menyaksikan pertunjukan Opera Peking oleh suaminya, Nick, kecemburuan Lasiyem meledak dalam batinnya sehingga membuatnya serasa oleng hilang kesadaran dan keseimbangan diri, terjatuh dengan kepala membentur tiang besi. Kejadian ini dilatari oleh adegan Teddy berciuman mesra dengan gadis Peony sebagai ungkapan rasa salut gadis Shizi, yang mungkin pacarnya Teddy, atas penampilan akting Teddy dalam lakon opera yang berperan sebagai Satria Putih yang digelar di gedung teater Bumi Emas. Gejolak konflik batin berupa kecemburuan yang hanya dipendam sendiri oleh Lasiyem itu sebenarnya sudah menaik tensinya saat beberapa gadis penonton di depan kursi tempat duduknya mengomentari ketampanan penampilan Teddy yang mengagumkan sebagai Satria Putih. Terlebih lagi saat suaminya mengajak dirinya menemui Teddy di balik panggung seusai pertunjukan dengan maksud mengucapkan rasa salut, Lasiyem mengatahui betapa Teddy mendapat ciuman kekaguman bertubi-tubi dari sekian banyak gadis penggemarnya yang puncaknya adalah kehadiran gadis yang oleh teddy disebut Peony.
Beban psikologis oleh perasaan cemburu, perasaan bersalah telah mengkhianati suaminya, Nick; dambaan batinnya akan kehadiran anak dari rahimnya yang seandainya didukung oleh suaminya mungkin anak itu telah ada dan bisa jadi telah sebesar Teddy yang berusia 18 tahun; semua perasaan ini berkecamuk bercampur cemburu yang meledak akibat konflik batin apalagi melihat adegan Teddy dan Peony berciuman mesra sedemikian lama. Inilah yang membuat Lasiyem merasa kepalanya pusing, mual dan sakit mendadak dan terjatuh dengan kepala membentur tiang besi yang menyebabkan dirinya harus segera dilarikan ke rumah sakit. Persiapan operasi esoknya untuk luka pendarahan di kepalanya, tak pernah terlaksana karena Lasiyem telah meregang dalam ilusi, halusinasi, Lasiyem telah menyabung nyawa. Demikian juga suara menghiba dari Teddy bahwa musim semi masih menanti di Shizi, suara yang memotivasi untuk daya hidup, daya bertahan hidup dari suara Teddy yang menunggui sosok yang telah dianggap ibunya, sosok tubuh Lasiyem, ternyata tak mampu menyelamatkan nyawa Lasiyem. Akhirnya…, musim semi-tahun nanti-pasti lupa, singgah di Shizi.
4.3 Deskripsi Temuan
Kondisi Psikologis Tokoh Lasiyem dalam Novel Musim Semi Lupa Singgah Di Shizi
karya Naning Pranoto
Sebelum memasuki tahapan analisis aspek psikologis tokoh Lasiyem, berdasarkan hasil analisis novel Musim Semi Lupa Singgah di Shizi karya Naning Pranoto, dapat diketahui bahwa struktur novel dan unsur-unsur pembentuknya sebagaimana paparan berikut ini.
a) Alur Cerita novel Musim Semi Lupa Singgah di Shizi karya Naning Pranoto
Alur Cerita (Plot atau Struktur Cerita) novel dibuat berupa alur maju dengan setting kota Shizi di daratan Tiongkok sebagai tahap eksposisi. Hal ini sangat tepat sesuai judul cerita. Terdiri dari bab I dan Bab II. Sedikit set back sebagai kilas balik dimaksudkan sebagai pengembangan cerita yang mengisahkan latar belakang tokoh Lasiyem mulai dari masa kecilnya yang miskin, papa, tetapi gigih giat bekerja hingga nasib mengantarkan dirinya diperistri oleh lelaki Londo bagus, menempati hanya bab III. Bab-bab selanjutnya ke IV dan seterusnya kembali ke alur maju menuju tahapan konflik psikologis tokoh Lasiyem akibat perselingkuhan batin. Konflik mencapai klimaks dipaparkan justru di akhir bab yaitu bab X yang sekaligus ditutup dengan penyelesaian catastrophe yaitu akhir yang menyedihkan dengan kematian tokoh Lasiyem.
b) Tokoh dan Penokohan novel Musim Semi Lupa Singgah di Shizi karya
Naning Pranoto
Dengan sudut pandang yang berkaitan posisi pencerita menggunakan “akuan” yaitu pencerita berada dalam cerita sehingga memiliki kedudukan sebagai tokoh cerita. Hasil analisis menyimpulkan bahwa Lasiyem termasuk tokoh utama (aku tokoh), sedangkan Nick (Nicholas Evans), suami Lasiyem, dan Teddy, yaitu guru les bahasa Mandarin di Shizi adalah tokoh pembantu karena keberadaannya membantu membangun struktur cerita. Beberapa nama sebagai tokoh pelengkap yaitu (a) Tan-Xian Sheng (guru melukisnya Nick tentang karakter huruf cina dan kalligrafi di Shizi), (b) Farida (sahabatnya Lasiyem yang tinggal di Jakarta), (c) Mbah Urip yaitu nenek tirinya Lasiyem di Yogya, (d) Pak Sumar, Ketua RT tetangga mbah Urip (saat Lasiyem masih remaja di Yogya), dan (d) Mbak Ninik. Sebagai tokoh pelengkap tetapi keberadaannya melengkapi bangunan struktur cerita.
Penokohan dalam novel Musim Semi Lupa Singgah di Shizi karya Naning Pranoto, hal ini berkaitan dengan karakter atau perwatakan dari masing-masing tokoh. Berikut ini dideskripsikan gambaran perwatakan tokoh inti (tokoh utama) yaitu Lasiyem, dan tokoh pembantu yaitu Nick dan Teddy.
1)
Lasiyem, istri Nicholas Evans,
seorang perempuan cantik yang memiliki kepribadian, postur tubuh, dan raut
wajah khas Jawa sebagai sosok pribadi yang ulet, gigih dalam cita-cita masa
kecilnya, setia kepada suami, amat mendambakan kehadiran anak dari rahimnya
dalam kehidupan bersama suaminya tercinta Nicholas Evans.
2)
Nicholas Evans, lelaki berdarah
Irlandia yang menjadi warganegara Australia. Sebagai pelukis realis yang
memilih spesifikasi obyek lukisan wanita dengan karakter dari berbagai suku
bangsa. Memiliki kepribadian yang penyayang terhadap istri baik secara lahir
dan batin, secara moral maupun material. Nick inilah yang mengangkat kehidupan
Lasiyem dari kehidupan kere menjadi munggah mbale, dari kehidupan masa
remajanya yang menderita sehingga menjadi perempuan gedongan. Walaupun usianya terpaut 25 tahun dengan istrinya (saat
menikah Lasiyem berumur 20 tahun dan Nick berusia 45 tahun), namun soal
bercinta-menyatu raga, mendaki puncak Gunung
Biru, Nick diakui oleh Lasiyem sebagai suami yang memiliki gairah seks yang
menggebu-gebu.
3)
Teddy, nama sebenarnya Zhu Wang
Jinshu yang dalam arti bahasa Mandarin yaitu Macan Baja (Metal Tiger). Teddy
adalah guru les bahasa Mandarin yang mengajari Lasiyem secara privat. Teddy,
pemuda berdarah Tionghoa-Amerika, termasuk pemuda yang cerdas, selalu
berpenampilan rapi, ulet dan super aktif. Pemuda yang menganggap Lasiyem
sebagai ibunya.
c) Tema novel Musim Semi Lupa Singgah di Shizi karya Naning Pranoto
Tema dan pengarang dalam novel Musim Semi Lupa Singgah di Shizi karya
Naning Pranoto, apabila dideskripsikan dalam suatu kalimat yaitu: Perselingkuhan batin seorang istri di saat
musim semi di Shizi.
d) Ide dasar novel Musim Semi Lupa Singgah di Shizi karya Naning Pranoto
Ide dasar yang melandasi amanat dalam novel Musim Semi Lupa Singgah di Shizi karya
Naning Pranoto bisa dideskripsikan berikut:
1)
Cinta sejati tidak tumbuh karena tujuan membalas budi.
2)
Cinta dan perkawinan dengan perbedaan umur yang terpaut
jauh selalu memunculkan kompleksitas karakter yang secara psikologis cisa
mengundang permasalahan.
3)
Cinta bisa
terbiaskan karena amour menjadi cinta
platonik.
4) Cinta
sejati tidak harus saling memiliki. Cinta sejati memang tidak harus diwujudkan
dengan penyatuan raga. Cinta sejati tidak harus dibawa ke pelaminan, diikat
dengan tali perkawinan.
e) Setting novel Musim Semi Lupa Singgah di Shizi karya Naning Pranoto
Ditinjau setting geografis yang melatari cerita, novel Musim Semi Lupa Singgah di Shizi karya Naning Pranoto menggunakan setting tempat di kawasan kota Shizi termasuk flat apartemen yang ditempati Lasiyem bersama suaminya, Nick di Shizi saat memanfaatkan liburan musim semi di Shizi, tempat antara Beijing dan Shanghai di daratan Tiongkok. Di samping itu juga menggunakan setting pasar Beringharjo, setting pemukiman sempit di pinggir sungai Code, kesemuanya di Yogya, sebagai variasi dalam pengembangan alur cerita.
Selanjutnya, berdasarkan kajian analisis data tekstual novel Musim Semi Lupa Singgah di Shizi karya Naning Pranoto, ditemukan beberapa aspek psikologis sesuai tujuan penelitian atas tokoh Lasiyem yang selengkapnya diidentifikasikan dan diklasifikasikan di bawah ini.
4.3.1
Deskripsi Temuan Kondisi aspek Psikologis tokoh Lasiyem semasih menjadi bakul
gendong dalam novel Musim Semi Lupa Singgah di Shizi karya Naning Pranoto
Temuan data tekstual berkaitan pemaparan yang berhubungan dengan kondisi aspek psikologis tokoh Lasiyem dalam novel Musim Semi Lupa Singgah di Shizi (MSLSdS) karya Naning Pranoto waktu masih menjadi gadis bakul gendong di pasar Beringharjo, Yogya, adalah sebagai berikut :
a)
Aspek psikologis atas latar
filosofi Jawa sebagai pembentuk kepribadian jiwa Lasiyem adalah sabagai
berikut:
- Pendidikan kasih sayang, tampak pada teks berikut ini.
Kakakku, Paidi, membantu ayahku,
atau terkadang menjadi buruh nyangkul
di tegalan Pak Lurah. Apa yang dikerjakan Kang Paidi, tergantung komando dari
ayah. Yang jelas, Kang Paidi anak lanang yang taat. Aku hormat, sayang dan tresno-asih kepadanya. Dia juga demikian
terhadapku. Pernah aku dibelikan baju baru ketika Lebaran, waktu itu usiaku
baru enam tahun. Baju itu kini masih kusimpan, karena punya nilai historis tresno-asih. (MSLSdS/33)
- …”Bagaimanapun, kamu itu dari keluarga baik-baik. Meski kita miskin, Yem, martabat adalah di atas segala-galanya. Saya tidak mau melihat kamu jadi dolanannya lelaki, apalagi dolanannya Londo.” “Terima kasih, Mbah, Simbah melindungiku’” tanggapku penuh haru, lalu memeluk Mbah Urip erat-erat. Siang itu, aku baru menyadari bahwa Mbah Urip menyayangiku. Kesdaran ini membuatku jadi tampil percaya diri dan mantap menapaki masa depanku. (MSLSdS/41-42)
- Penghiburan yang kulakukan adalah aku melihat sisi kebaikan Nick yang oleh Mbah Urip sering dikatakan: “Nick itu seperti malaikat penyelamat hidupmu.” (MSLSdS/57)
- Kata Mbah Urip, “Nick mengangkat martabatmu, dari gadis desa, gadis kere, menjadi munggah mbale!” (MSLSdS/57)
- …Sedangkan Mbah Urip punya pendapat, “Iyem, punya suami lebih tua itu enak, bisa ngemong kamu…. (MSLSdS/54)
- … Lagi pula, aku dan Teddy berada di taman ini menjelang malam yang oleh orang Jawa disebut wayah surup. Menurut kepercayaan orang Jawa, banyak setan, roh jahat, dan demit bergentayangan pada wayah surup. Maka para orang tua selalu melarang anak-anaknya berada di luar rumah agar tidak kemasukan roh-roh jahat yang gentayangan. Mbah Urip juga selalu melarangku berada di luar rumah saat wayah surup tiba. Juga, kedua orangtuaku. Bulu kudukku tiba-tiba berdiri berada di taman bersama Teddy yang berdiri mematung seperti kayu. Aku ingin cepat-cepat pulang. “Teddy, ayo kita pulang. Hari sudah mulai malam. kamu harus belajar dan Nick pasti sudah menungguku. Kalau kita pulang terlambat, pasti Nick gelisah memikirkan kita. Ayo, ayo kita pulang, Teddy.” (MSLSdS/104)
b)
Aspek psikologis yang memotivasi
Lasiyem untuk tetap hidup dan bisa bersekolah, tampak pada data tekstual
berikut.
1)
“Hidup di kota lebih senang daripada hidup di desa.
Tapi, kamu kalau hidup di kota harus bekerja keras agar bisa hidup,“ kata Mbah
Urip ketika aku baru tiba dari Tuwuh, untuk tinggal bersamanya. “Jadi, kalau
kamu tinggal di kota bersamaku, tidak boleh bermalas-nalasan. Setiap hari kamu
harus bangun pagi, subuh-subuh, ikut aku jualan di pasar,” tegasnya. Aku diam
saja. Dalam kediamanku aku siap bekerja keras. Karena selama hidup di Tuwuh aku
sudah biasa bekerja keras. (MSLSdS/33)
2)
…Di sini tiap hari kamu bisa makan nasi, walau
lauknya seadanya. Syaratnya, yaitu kamu harus mau bekerja,” Mbah Urip
menegaskan. “Iya, Mbah, saya siap kerja keras. Kerja apa saja mau. Yang penting
bisa membantu Simbah nyari makan. Iyem ndak mau menyengsarakan Mbah,” janjiku
membuat Mbah Urip berseri-seri.
(MSLSdS/34)
3)
“Ah, Mbah Urip bicara apa, sih? Saya masih kecil,
belum mau mikir kawin. Kalau punya
duit, saya pengin sekolah, Mbah. Biar bisa kerja kantoran. Biar dapat gaji
gede,” … (MSLSdS/35)
4)
Ya, ya, aku memang ingin bersekolah. Aku ingin bisa
membaca dan menulis. Bahkan aku ingin bekerja di sebuah kantor. Maka, ketika
aku mulai bekerja sebagai buru gendong, sebagian penghasilanku kusisihkan
secara diam-diam. … (MSLSdS/35)
5)
Padahal, itu tidak benar. Walau malam harinya aku
belajar membaca dan menulis, toh aku tetap bisa bangun pagi. Bahkan aku merasa,
setelah tahu dan hapal beberapa huruf, kerjaku makin bersemangat, agar aku
dapat uang banyak untuk kutabung – sebagai biaya sekolah. (MSLSdS/37)
c)
Aspek psikologis atas peran serta
kelompok studi mahasiswa Yogya sebagai pendukung cita-cita Lasiyem, tampak pada
data tekstual berikut ini.
1)
…Sungguh mulia bakti mereka dan ini membuatku cinta
dan hormat kepada mereka. Lebih cinta lagi setelah aku menjadi murid mereka dan
dipuji sebagai murid yang cerdas. Dan ini membuat Mbah Urip bangga. Ia tidak
lagi memarahiku kalau aku belajar. Ia justru mendorongku giat belajar. (MSLSdS/39)
2)
mbak Ninik dan kawan-kawannya mendorongku masuk
sekolah formal….Kata Mbak Ninik, aku bisa langsung masuk ke kelas IV. Sayang,
Mbah Urip keberatan …. (MSLSdS/39)
d)
Aspek psikologis Lasiyem atas
kegigihan bekerja keras sambil bersekolah sehingga mengantarkan perjalanan
nasibnya menuju keberuntungan hidup di masa depannya karena diperistri oleh
Nick. Hal ini tampak pada temuan data tekstual berikut.
1)
“Tuan Nick, Iyem sudah saya kasih tahu mengenai hal
itu. Dia mau dilukis, tapi minta bayaran gede karena mau buat mbayar sekolah.
Cucu saya ini, Iyem, pengin sekolah,” Mbah Urip angkat bicara dengan penuh
percaya diri. Lagi-lagi, sikapnya ini membuatku terharu. (MSLSdS/43)
2)
…Tak kusangka-sangka, Mbah Urip langsung menyebut
angka yang diperlukan untuk membayar sekolahku, sambil mengeluarkan selembar
kertas berstempel nama SD yang akan kumasuki. Sungguh, aku terkejut. Persiapan
Mbah Urip begitu lengkap untuk menghadapi Nick, agar aku bisa masuk sekolah.
Tanpa kusadari, tiba-tiba airmataku menetes dan keharuan menggulung-gulung
kalbuku. Betapa sayangnya Mbah Urip kepadaku. (MSLSdS/43)
3)
…Sejak itu sampai aku lulus SMP tidak pernah bertemu
lagi dengan Nick. Nick hadir lagi dalam kehidupanku ketika aku sedang sibuk
mempersiapkan tes masukke Sekolah Pendidikan Guru (SPG). Aku memilih sekolah
ini karena aku ingin menjadi guru. Nick memberiku bantuan sejumlah uang, yang
kugunakan untuk membeli textbook.
Selama aku melanjutkan sekolah di SPG, Nick tinggal di Eropa secara
berpindah-pindah, dari satu negara ke negara lainnya. Itu kuketahui dari
surat-surat dan kartu pos yang ia kirimkan kepadaku, dialamatkan ke sekolahku.
Sungguh, aku terkejut ketika menerima suratnya yang pertama. Surat-surat dan
kartu pos dari Nick membuat heboh di sekolahku. Tapi aku pura-pura acuh tak
acuh, sehingga kehebohan itu tidak berkepanjangan.
Pada
suatu hari, Nick datang ke sekolahku. Aduhh…, jantungku hampir copot rasanya.
Ini terjadi, pada saat aku menerima ijazah – lulus SPG. Nick datang didampingi
Mbah Urip dan Pak Sumar, untuk menghadiri pesta pelepasanku dari SPG. Malam
harinya, Nick melamarku. Sebulan kemudian, aku telah menjadi Nyonya Nick Evans
dengan ditandai upacara akad nikah secara Islam. Bulan berikutnya, aku diboyong
Nick ke Gold Coast, Australia – di mana Nick tinggal sebagai warganegara
Australia. (MSLSdS/46)
4.3.2
Deskripsi
Temuan Kondisi aspek Psikologis tokoh Lasiyem setelah diperistri oleh tokoh
Nick dalam novel Musim Semi Lupa Singgah
di Shizi karya Naning Pranoto
Temuan data tekstual berkaitan pemaparan yang
berhubungan dengan kondisi aspek psikologis tokoh Lasiyem setelah diperistri
oleh Nick dipaparkan sebagai berikut :
a)
Aspek psikologis Lasiyem sebagai
istri yang setia dalam melayani suami. Hal ini tampak pada data berikut.
1)
Setahuku, selama mengenal Nick, ia selalu tepat
janji. Aku mulai gelisah. Pemandangan Kota Antik yang jelita dan terhampar
sebagai view apartemenku tidak mampu meredakan kegelisahanku. (MSLSdS/9)
2)
Makan siang Nick masih utuh dan telah dingin. Oh,
mana Nick? Mana dia? Mengapa terlambat? Aku khawatir Nick mengalami kecelakaan
atau ada sesuatu yang menimpanya dan tidak ada orang yang memberitahuku. Uhhh…,
aku jadi semakin gelisah dan resah. (MSLSdS/10)
3) Maka ia tidak bisa
berpisah denganku. Maka, sejak aku menjadi istrinya, ia tidak pernah pergi
sendirian. Ia selalu mengajakku, karena baginya, bercinta-menyatu raga seperti
halnya makan dan minum….(MSLSdS/55)
4)
Di Shizi, musim semi, Nick mengatakan, gairah cinta
untuk menyatu raga denganku makin menjadi-jadi. “Lasi, akumerasa muda kembali.
Berilah aku ruang yang indah, untuk menyatu raga denganmu berkali-kali. (MSLSdS/60)
b)
Aspek psikologis Lasiyem berkaitan
perkawinannya dengan Nick, yang bagi Lasiyem tidak pernah mencapai klimaks
dalam hubungan menyatu raga. Hal ini banyak diungkapkan dalam novel ini, yaitu
sebagai berikut.
1)
Ah, ah, Nick! Suamiku memang selalu penuh gairah!
Sedangkan aku, aku tidak demikian. Mengapa? (MSLSdS/16)
2)
Ya, aku tidak pernah merasakan kenikmatan dari apa
yang disebut Nick sebagai Gunung Biru. Karena bagiku amat sulit untuk mencapai
klimaks, karena Nick selalu meninggalkanku untuk memburu kenikmatannya sendiri.
Menurut penilaianku, Nick tidak pernah memberiku kesempatan untuk menikmati
klimaks. (MSLSdS/56)
3)
Klimaks? Orgasme? Boleh dikatakan aku buta itu. Aku
belum pernah merasakannya dalam perkawinanku yang telah dua dasawarsa. Padahal,
sahabatku yang bernama Farida mengatakan padaku bahwa saat-saat bercinta
menyatu raga merupakan saat-saat yang indah dan nikmat dalam hidupnya. … ia dan
suaminya selalu saling menanti, untuk mencapai puncak Gunung Biru bersama-sama.
(MSLSdS/56)
4)
Farida menyarankan agar aku bicara mengenai itu
dengan Nick. Ahh…, aku sungkan. Lagi pula, aku takut Nick tersinggung atau
marah, mengingat Nick bersikap sangat baik kepadaku dalam hal lain. (MSLSdS/56)
c)
Aspek psikologis Lasiyem yang amat
mendambakan anak dari rahimnya buah perkawinannya dengan Nick. Hal ini terdapat
pada data tekstual berikut.
1)
kata Nick, aku selalu haus ilmu. Ya, itu dulu,
ketika aku masih menjadi buruh gendong.
Tapi, sekarang setelah aku menjadi Nyonya Lasi Evans, aku telah berubah. Yang
benar adalah: aku haus anak. (MSLSdS/58)
2)
nick tidak suka aku hamil. Nick tidak suka aku punya
anak. Nick memang tidak menginginkan dariku maupun dari perempuan lain. Itu ia
katakan tiga bulan setelah kami menikah. (MSLSdS/58)
3)
“Aku tidak suka anak. Aku hanya suka you. You
memberiku daya hidup dan inspirasi dalam karya-karyaku. Sebaliknya, aku juga
memberimu hidup. Kita saling memberi daya hidup, Lasi.” (MSLSdS/58)
4)
“Ya, aku mengerti perasaanmu, Lasi. Aku akan
memberimu apa saja, tetapi tidak untuk memberi anak. Benihku telah kumusnahkan.
Aku melakukan vasektomi,” suara Nick
lirih, tertekan, lalu ia memelukku erat-erat. “Maafkan, aku Lasi. Maafkan aku.”
(MSLSdS/59)
5)
“Lasi, aku melakukan vasektomi karena aku, eee…takut
punya anak. Aku khawatir, tidak bisa menjadi seorang ayah yang baik-ya seperti
ayahku. Ia seorang ayah yang brengsek. Ayah yang tidak bertanggungjawab. Ayah
yang menelantarkan anaknya. Ayah yang tega membuang anaknya di panti asuhan dan
membunuh ibu dari anak itu….” (MSLSdS/59)
4.3.3
Deskripsi
Temuan Kondisi aspek Psikologis tokoh Lasiyem setelah bergaul dengan tokoh
Teddy dalam novel Musim Semi Lupa Singgah
di Shizi karya Naning Pranoto
Temuan data tekstual berkaitan pemaparan yang
berhubungan dengan kondisi aspek psikologis tokoh Lasiyem setelah mengenal dan
bergaul akrab dengan Teddy saat musim semi di Shizi adalah sebagai berikut :
a)
Gejala psikologis Lasiyem terhadap Teddy
Gejala psikologis Lasiyem yang ditimbulkan
oleh rasa simpati setelah mengenal kepribadian Teddy. Meskipun pada awalnya
masih meragukan. Hal ini dipaparkan pada data sebagai berikut:
1)
…Dia itu kan boleh disebut sebagai Cina-Amerika. Ia
tinggal di sini baru dua tahun. Ya, selama dia belajar di Universitas Kota
Antik ini,” aku memberi alasan untuk menolak belajar bahasa Mandarin dengan
Teddy. (MSLSdS/14)
2)
“Okay,” sahutku, kubuat seriang mungkin, agar Nick
tidak tahu bahwa sebetulnya aku kurang sreg
punya guru bahasa Mandarin – Teddy. (MSLSdS/15)
Data tekstual yang menunjukkan mulai
tumbuhnya rasa simpati Lasiyem terhadap Teddy, bahkan rasa cinta karena bias amour dan platonik, serta yang mendasari inti cerita dalam novel ini, adalah
sebagai berikut:
1)
Sungguh, aku sangat terkesan. Karenanya, Teddy yang
berdiri di depanku lalu kuperhatikan dengan sekasama. Oh, bukan main. Ternyata,
yang bagus tidak hanya bahasa Inggris-nya, tapi juga matanya, hidungnya,
rambutnya, bibirnya, dan tubuhnya sangat jangkung….( MSLSdS/19)
2)
Sungguh, aku suka sekali mendengarnya. Kalimat-kalimat
itu mengubah pendapatku mengenai dirinya yang semula kuanggap sebagai
‘anak-anak’ tiba-tiba berubah menjadi lelaki dewasa. (MSLSdS/21)
3)
“Ah, tidak ada yang gawat, Ibu. Percayalah,” seru
Teddy, kalimatnya lembut memanggilku dengan manis: Ibu! Aku senang sekali
mendengarnya. Maka, lalu kutatap dia dalam-dalam. (MSLSdS/23)
4)
Kikuk? Ya, ya, entah mengapa aku jadi kikuk menghadapi
Teddy. Padahal, dalam pertemuanku yang kedua dengannya, aku merasa biasa-biasa
saja. Aaahhh, aku jadi jengkel pada diriku sendiri yang kurasakan aneh. Sangat
aneh. Karena, dalam hidupku, aku belum pernah merasakan kikuk bila berhadapan
dengan lelaki. Tetapi mengapa terhadap aku jadi kikuk? Aaahhh…, Aku jadi kesal.
Ya, kesaaalll…pada diriku. (MSLSdS/65)
5)
“Ya, kan waktunya bisa diatur, Ibu. Kita tidak boleh
dikalahkan oleh yang namanya waktu. Kita harus pandai mengatur waktu. Okay?” Teddy tersenyum. Hemm, senyuman
teddy begitu manis. Lagi-lagi membuat perasaanku tergetar. Edan! Aku merasa
terganggu oleh getaran-getaran yang datang silih berganti dalam perasaanku. (MSLSdS/66)
6)
Pyar! Pyaaar…! Pyar! Perasaanku tidak karuan. Kemudian aku merasakan
sensasi-sensasi nikmat yang menebar ke seluruh syaraf-syarafku. Tanpa kusadari,
tubuhku jadi lemas. …(MSLSdS/72)
7)
Aku merasa, Nick tidak lagi berhadapan denganku. Yang
bercinta, yang menyatu raga denganku adalah Teddy. Ya, Teddy. Kudaki Gunung
Biru bersama Teddy. Ohhh… pendakian bersamanya terlalu indah untuk kulukiskan
dengan kata-kata yang mana pun. Yang paling tepat adalah kulukiskan dengan
desahan dan rintihan yang terputus-putus. Ketika sampai ke puncak pendakian,
aku memekik riang, sambil merangkul Nick erat-erat. Erat sekali, agar tubuh
Nick yang menjelma menjadi tubuh Teddy itu tetap menyatu dengan ragaku. Aku tak
mau raga Teddy lepas dari ragaku, karena aku tak mau kehilangan kenikmatan. Ini
merupakan kenikmatan pertama yang kurasakan selama aku melakukan hubungan
intim. (MSLSdS/109-110)
8)
…Bersamaan dengan itu, rasa kecewa merambati
relung-relung perasaanku. Karena ternyata Teddy hanya hadir dalam ilusiku.
Jadi, pendakian Gunung Biru yang baru saja kulaui dengan penuh kenikmatan tidak
kulakukan bersama Teddy. Melainkan bersama Nick. Ingin rasanya aku
menjerit-jerit atau meraung-raung untuk menumpahkan kekecewaanku. Tapi, itu
jelas tidak mungkin kulakukan. (MSLSdS/110)
9)
Jatuh cinta?
Tubuhku bergetar oleh sensasi yang ditimbulkan oleh bayangan sorot mata Teddy
yang selalu tampak indah berkilauan di pelupuk mataku. Mengapa aku jatuh cinta padanya? …(MSLSdS/111)
10) Maka,
lalu kuumpat diriku: Dasar perempuan
tolol! Dasar perempuan tak tahu diri! Sudah bersuami, kok masih terpikat pria
lain. Mana pria itu masih muda, muda sekali, lebih pantas menjadi anaknya. Huh,
perempuan apa kamu, hai perempuan gaek? Kamu juga perempuan gatal, perempuan
tidak bermoral dan urat malunya sudah putus! Kamu itu perempuan yang harus
dirajam, dilempari batu segunung Himalaya biar mampus..pus…pus! atau, kamu
memilih dibakar dengan api neraka yang kokon panasnya berjuta-juta kali api
yang ada di dunia? Aku menangis mendengar umpatan-umpatan yang menggema dan
menghantam-hantam dinding relung-relung perasaanku. …(MSLSdS/112)
11) Kemudian
aku menangis lagi. Sedih hatiku, pilu perasaanku! Teddy, Teddy, mengapa hatiku tersiksa seperti ini?-hatiku
menjerit-jerit, memanggil-manggil Teddy. Kemudian aku bertanya sekaligus
mengadu kepada Tuhan: Ya, Tuhan, apakah
hamba memang jatuh cinta pada anak laki-laki yang bernama Teddy? Bila
jawabannya ‘iya’, mengapa hal ini terjadi ketika hamba telah menjadi seorang
istri dan di dalam usia hamba yang sudah lanjut seperti sekarang ini? Tuhan,
mengapa hamba terlalu cepat dilahirkan, hampir seperempat abad mendahului
Teddy? Sehingga hamba tak mungkin menyatu dengannya? Padahal, Tuhan, hamba,
hamba menginginkannya, ingin memiliki Teddy. Maafkan hamba, Tuhan. Maafkan
hamba bila keinginan hamba ini merupakan perbuatan yang menimbulkan dosa-
…(MSLSdS/113)
12) …Ingat, pesan Farida…sahabatmu itu! Ubah
perasaan cintamu yang ber-roh amour
jadikan ber-roh platonic…(MSLSdS/115)
13) …”Las,
berarti kau telah mampu mengubah perasaanmu terhadap Teddy yang semula
membiaskan amour menjadi
platonik. Cinta memang tidak harus diwujudkan dengan penyatuan raga – hubungan
seks. Cinta juga tidak harus dibawa ke pelaminan, diikat dengan tali
perkawinan. …(MSLSdS/127)
b)
Aspek psikologis Lasiyem atas perasaan jatuh cintanya
kepada Teddy hanya dicurahkan kepada sahabatnya yaitu Farida, nun di seberang,
Jakarta.
1)
…Makanya, perihal Teddy yang menggetarkan perasaanku
pun kuceritakan kepada Farida. “Ah, masak sih, Da, aku jatuh cinta sama Teddy –
anak kecil itu?” elakku, karena aku memang tidak mau berada dalam kondisi
demikian: jatuh cinta pada Teddy. “Da, aku cuma terkesan pada penampilannya dan
kecerdasannya. E, aku juga berpikir, seandainya aku punya anak, tentu anakku
sebesar Teddy itu. Alangkah bahagianya dan bangganya aku bila punya anak
setampan dia dan secerdas dia,” …(MSLSdS/77)
2)
“Teddy, anaknya sangat polite – punya manner. Di antara
kami, aku dan Teddy tidak pernah melakukan apa-apa,” tegasku. (MSLSdS/83)
c)
Aspek psikologis tokoh Lasiyem dalam memaknai hakekat
cinta terhadap Teddy, yang tidak terlepas dengan bagaimana perasaan cintanya
terhadap suaminya, Nick. Hal ini terdapat pada data tekstual berikut.
14) “Las,
cintaku pada Maruli merupakan paduan cinta yang disebut alour dan platonic.
Yaitu, antara cinta birahi dan cinta putih, yang sifatnya hanya saling memuja,”
papar Farida. “Cintaku pada Nick?” selaku bertanya spontan bernada bingung.
“Rasanya bukan keduanya. Aku hanya menjalani hidup bersama dengan dia.” (MSLSdS/81)
15) ‘Ya!”
sahutku dengan perasaan mengambang. “Ida, itu karena aku tidak mau berbuat
salah terhadap diriku sendiri maupun terhadap Nick. Juga, terhadap diri Teddy.
Tolonglah, Ida …” (MSLSdS/82)
16) “Ya,
karena aku tidak mau berbuat salah. Aku juga tidak mau tenggelam dalam
getar-getar perasaanku. Aku tidak tahan, Ida! Jeritku tanpa malu-malu. (MSLSdS/82-83)
Padahal Lasiyem suatu ketika pernah secara spontan memperlakukan Teddy seperti anaknya sendiri. Sedangkan Teddy, memang menganggap Lasiyem layaknya ibunya sendiri. Perhatikan temuan data berikut.
1)
…Aku memberanikan diri menghampirinya. “Maaf, Teddy,
ada apa kau menangis, Nak?” tanyaku dengan menyebutnya: “Nak!” Sebutan ‘Nak’
meluncur dari mulutku begitu mulus. (MSLSdS/103)
2)
…Sejak ia meneleponku malam itu dan mengakuiku sebagai
ibunya, sikap dan perasaanku padanya berubah. Relung-relung perasaanku tidak
bergetar lagi, bila aku menatapnya atau beradu pandang dengannya. (MSLSdS/126)
3)
…Yang jelas, ia berterus terang bahwa ia menganggapku
sebagai ibunya. …(MSLSdS/127)
d)
Aspek psikologis tokoh Lasiyem di saat akhir hidupnya.
Temuan data tekstul dipaparkan berupa:
1)
“… Puncaknya adalah ketika kita berdua menyusuri knal
yangmembingkai taman Kota Antik. Di taman itu kita nikmati aroma musim semi di
Shizi. Bila kau pergi, Ibu, musim semi parti lupa singgah di Shizi,” kudengar
suara lagi, suara yang amat kurindukan. Itukah
suara Teddy? (MSLSdS/148)
2)
“… Ibu, bertahun-tahun lamanya aku merindukan hadirnya
seorang Ibu dan tiba-tiba saja aku menemukannya dalam dirimu di musim semi di
Shizi. Tapi, mengapa Ibu, saat kau kutemukan, kita hanya punya waktu singkat
untuk bersama-sama? Kondisi Ibu sekarang dalam titik rawan ….” (MSLSdS/149)
3)
…Mungkinkah aku diberi-Nya mukjizat? Mengingat diriku
boleh dikatakan tidak pernah melakukan sembahyang? … Kuikuti lagi pembicaraan
Nick dan Teddy. “Teddy, aku tidak pernah menyangka, Lasi menghadapi kehidupan
yang setragis ini. ia jatuh di gedung teater, sehabis menonton pertunjukanmu –
Opera Peking. Kepalanya terbentur tiang besi, mengalami pendarahan serius.
Darah di kepalanya lalu menggumpal, menyumbat saraf-saraf otaknya. Hanya dalam
beberapa jam darahnya membusuk dan itu merusak jaringan otaknya yang membuatnya
lumpuh total,” Nick berbicara sambil terisak-isak. … “Akulah yang bersalah. Aku
mengajak Lasi ke belakang panggung untuk menyalamimu. Ternyata, waktu aku ke
belakang panggung, suasananya sangat ramai. Begitu banyak gadis mengerubutimu.
Satu sama lain saling berdesakan dan tanpa kuduga-duga Lasi jatuh, kepalanya
terbentur tiang besi. oHh…Teddy, seandainya aku tidak mengajak Lasi menjumpaimu
di belakang panggung, barangkali ia tidak akan begini … Lasi tidak akan
begini…” (MSLSdS/151)
4)
Nick lalu meraung-raung. Pilu aku mendengarnya. Karena,
karena, aku paling tahu, mengapa aku jadi begini. Nick tidak bersalah, Teddy
juga tidak. Akulah yang bersalah. Aku yang bersalah! Oh, napasku semakin tipis,
tipis sekali dan kemudian melayang membaur bersama serpihan-serpihan awan-awan
yang berarak-arak: Selamat tinggal, Nick (suamiku,
pelindung hidupku!) Selamat tinggal, Teddy! (kekasihku, jantung hatiku!) Selamat tinggal musim semi di Shizi! (monumen kisah cintaku!). (MSLSdS/152)
BAB V P E N U T U P
5.1 Kesimpulan
Dengan mendasarkan pada hasil analisis aspek psikologis tokoh
Lasiyem dalam novel Musim Semi Lupa
Singgah di Shizi karya Naning Pranoto yang telah diuraikan pada bab IV,
beberapa temuan sebagai kesimpulan dideskripsikan berikut ini.
1 Novel Musim Semi Lupa Singgah di Shizi karya Naning Pranoto adalah suatu novel yang lebih mendekati bentuk roman, karena ditinjau dari strukturnya menceritakan kehidupan seseorang dari awal sampai meninggal.
2 Dengan menggunakan sudut pandang “akuan” yaitu pencerita berada di dalam cerita yaitu sebagai tokoh Lasiyem (aku tokoh), sehingga secara psikologis aspek kejiwaan tokoh cerita dapat ditelusuri lewat lakuan, dialog, perasaan serta jalan pikirannya baik atas tokoh sendiri atau komentar dari tokoh lain terhadap tokoh yang dianalisis.
3 Inti cerita menggambarkan kehidupan secara psikologis seseorang (tokoh Lasiyem sebagai aku tokoh) sebagai kere yang munggah mbale berkat Nick yng telah menikahinya dan mengangkat martabatnya dari gadis lola-yatim piatu menjadi wanita priyayi-Nyonya gedongan. Konflik batin yang hanya dirinya dan sahabatnya, Farida di Jakarta yang tahu, mulai dirasakannya sejak ia jatuh cinta kepada Teddy setelah mengenal sosok Teddy dengan segala penampilan dan kepribadiannya. Teddy yang usianya layak sebagai anaknya, anak yang selama ini kehadirannya amat dirindukan bisa terlahir dari rahimnya. Sebagai istri yang setia, Lasiyem juga tidak mau berkhianat kepada Nick, suaminya, suami yang telah amat berjasa dalam hidupnya. Oleh perasaan cinta yang dipendam sehingga berakibat kecemburuan yang bisa meledak di dalam diri, hal inilah yang membuatnya mengalami kecelakaan sehingga membuatnya tak tertolong dan meninggal dunia, meninggalkan musim semi sehingga kelak pasti lupa singgah di Shizi.
5.2 Saran
Beberapa saran yang dianjurkan sehubungan hasil analisis dan kesimpulan terhadap suatu kajian sastra fiksi novel Musim Semi Lupa Singgah di Shizi karya Naning Pranoto dikemukakan sebagai berikut :
5.
Kepada Guru Bahasa dan Sastra
Indonesia
Bagi Pengajaran Bahasa Indonesia dengan hasil penelitian ini agar dapat meningkatkan kemampuan apresiasi siswa dalam menganalisis psikologis tokoh cerita dari suatu hasil karya sastra seperti novel dan karya sastra yang lain.
6.
Kepada siswa
Amat dianjurkan untuk lebih meningkatkan kegemaran membaca karya sastra sehingga bisa dikembangkan pada tingkat apresiasi sastra. Karena melalui karya sastra, wawasan pengetahuan bisa bertambah luas, pemahaman akan nilai falsafah kehidupan menjadi semakin cemerlang.
7.
Bagi kepentingan penelitian
selanjutnya
Agar hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai dasar penelitian lebih lanjut di masa mendatang. Serta sebagai bahan yang perlu dikaji kebenarannya tentang teori yang disusun oleh peneliti agar sesuai dengan hasil penelitian yang diharapkan.
DAFTAR RUJUKAN
Abdul Rani, Supratman. 2004. Intisari Sastra Indonesia untuk SLTP. Bandung: CV Pustaka Setia.
Aminuddin. 1990. Kajian
Tekstual dalam Psikologi Sastra. Sekitar Masalah Sastra. Beberapa Prinsip dan
Model Pengembangannya. Malang: Yayasan Asah Asih Asuh Malang.
----------------2004. Pengantar
Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Badudu-Zain. 1996. Kamus
Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Depdiknas. 2005.
Materi Pelatihan Terintegrasi. Bahasa
dan Sastra Indonesia.Pengembangan Kemampuan Menulis Sastra. Buku 3.
Jakarta: Direktorat PLP Dirjendikdasmen Depdiknas.
Depdiknas. 2005.
Materi Pelatihan Terintegrasi. Bahasa
dan Sastra Indonesia.Pengembangan Kemampuan Menyimak Sastra. Buku 3. Jakarta:
Direktorat PLP Dirjendikdasmen Depdiknas.
IKIP Malang. 1996. Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Laporan
Penelitian. Malang: Satgas OPP Bagian Proyek OPF. IKIP Malang.
Keraf, Gorys. 2001. Komposisi:
Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa.
Flores: Nusa Indah.
Pranoto, Naning. 2003. Musim
Semi Lupa Singgah di Shizi. Novel. Jakarta: PT Primamedia Pustaka.
Salamah,
Umi. 2001. Diktat Sejarah dan Teori
Sastra. Sebagai Panduan Perkuliahan Matakuliah Sejarah & Teori Sastra
di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS IKIP Budi Utomo
Malang. Malang: IKIP Budi Utomo.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2006. Metode
Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar